Recent Posts

Thursday, November 24, 2016

Teori-Teori Belajar


 
Teori Belajar Jean Piaget
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif disebut dengan skemata atau struktur, yaitu kumpulan dari skema-skema. Artinya seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika masih kecil. Perkembangan skemata berlangsung secara terus menerus melalui adaptasi dengan lingkunganya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Semakin baik kualitas skema ini, maka semakin baik pula pola penalaran dan tingkat intelegensi anak tersebut, kondisi ini disebut dengan equilibrium, namun ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pola penaralan maka akan mengalami disequilibrium.
Menurut Piaget, intelegensi terdiri dari tiga aspek yaitu:
1. Struktur (structure)
Terbentuk dari hubungan fungsional anak antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan berpikir logis anak dalam berinteraksi dengan lingkungan, kemudian tindakan tersebut menuju pada perkembangan operasi-operasi dan selanjutnya menuju perkembangan struktur atau skemata. Diperolehnya skemata berarti telah terjadi perubahan dalam perkembangan intelektual anak.
2. Isi  (content)
Isi disebut juga dengan content, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi.
3. Fungsi (function)
Fungsi adalah cara yang digunakan organisme dalam mencapai kemajuan intelektual. Menurut piaget perkembangan intelektual anak terdiri dari dua fungsi yaitu
a. Organisasi, yaitu kemampuan untuk mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.
b. Adaptasi, yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.
Proses terjadinya adaptasi  dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara yaitu:Pertama asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk atau  kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya dengan menggunakan struktur kognitifnya. Kedua  Akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/proses  perubahan respons individu terhadap stimulus lingkungan.
   Tahap-Tahap Perkembangan
Berdasarkan hasil penelitiannya, piaget menemukan empat tahapan perkembangan kognitif yaitu:
1. Tahap sensori motor (0-2 tahun)
   Merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba obyek-obyek. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep obyek tetap. Jika obyek hilang anak tidak akan mencarinya. Pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh)  dan sensori (koordinasi alat indra).
2. Tahap pra operasi (2-7 tahun)
   Tahap pra operasi terbagi atas dua yaitu pertama pemikiran prakonseptual (sekitar usia 2-4 tahun),ciri anak pada tahap ini adalah anak mulai membentuk konsep sederhana, anak mulai mampu mengklasifikasi benda-benda dalam kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya. Kedua periode pemikiran intuitif (sekitar usia 4-7 tahun). Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Operasi yang digunakan adalah tindakan-tindakan kognitif, misalnya mengklasifikasikan sekelompok objek, menata letak  benda-benda menurut urutan tertentu. Pada tahap ini anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, pemikiran anak lebih banyak berdasarkan  pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis. Pengalaman anak pada tahap ini hanya sampai pada tahap operasional belum memahami konsep kekekalan dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
3. Tahap operasi konkrit (7-11 tahun)
   Pada tahap ini umumnya anak sudah berada di Sekolah Dasar, sehingga semistanya guru sudah mengetahui benar kondisi anak pada tahap ini. Guru-guru harus mengetahui apa yang telah dimiliki anak pada tahap ini dan kemampuan apa yang  belum dimilikinya.
   Pada tahap ini anak telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit serta sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika. Misalnya anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematika. Akan tetapi anak belum dapat menghadapi  hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
   Piaget mengidentifikasi adanya enam jenis konsep kekalan yang berkembang selama anak berada pada tahap operasi konkrit, yaitu:
a) Kekekalan banyak (6-7 tahun)
b) Kekekalan materi   (7-8 tahun)
c) Kekekalan panjang (7-8 tahun)
d) Kekekalan luas (8-9 tahun)
e) Kekekalan berat (9-10 tahun)
f) Kekekalan Volum (11-12 tahun)
4. Tahap operasi formal (usia 11 keatas)
   Periode operasi formal ini disebut juga periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap  tertinggi dari perkembangan intelektual.
Kemampuan Anak-anak pada periode ini yang perlu diperhatikan guru adalah:
a) Anak sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbul atau gagasan dalam cara berpikirnya
b) Anak sudah mampu dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan benda-benad empiris.
c) Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari    pada anak yang berada dalam  periode operasi konkrit.
d) Anak sudah mampu menggunakan hubungan-hubungan di antara objek-objek apabila     ternyata manipulasi objek-objek tidak memungkinkan.
e) Anak telah mampu melihat hubungan-hubungan abstrak dann menggunakan proposisi-proposisi logic-formal termasuk aksioma dan defenisi-defenisi verbal.
f) Anak mampu berpikir kombinatorial, artinya bila anak dihadapkan kepada suatu     masalah, ia dapat mengisolasi factor-faktor tersendiri atau kombinasikan faktor-    faktor itu sehingga menuju penyelesaian tadi.
   Menurut Piaget, tahap-tahap berpikir itu adalah pasti dan spontan namun umur kronologis yang diberikan itu adalah fleksibel, terutama selama masa transisi dari periode yang satu ke periode berikutnya. Umur kronologis itu dapat saling tindih tergantung individunya. Piaget berpendapat, tidak ada gunanya bila kita memaksa anak untuk cepat berpindah ke periode berikutnya.
(Suparno, 2000:140)
•  Teori Belajar Jerome Bruner
   Bruner membagi dunia anak kedalam tahap yang berurutan, yaitu :
1. Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi, mengutak-atik obyek-obyek secara langsung.
2. Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung obyek-obyek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37).
3. Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai pemahaman.
   Salah satu model pembelajaran dari Jerome Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas dan kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu:
1. Waktunya sangat singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik).
2. Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit),
3. Ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup).
   Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
1. Stimulus ( pemberian perangsang)
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3. Data collection ( pengumpulan data)
4. Data Prosessing (pengolahan data)
5. Verifikasi
6. Generalisasi
   Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencangkup:
1. Pengalaman – pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar. Artinya bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
2.Penstrukturan Pengetahuan untuk Pemahaman optimal. Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak–anak.
3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan     memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat     materi pelajaran dan perbedaan individu.
4. Bentuk dan pemberian reinforsemen.
   Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa  kebaikan. Diantaranya adalah:
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
   Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan  berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau  kesimpulan tertentu Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap  itu adalah:
1. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau  pengalaman     baru,
2. Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan  menganalisis pengetahuan     baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-    hal yang lain,
3. Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah  hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya  ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan  intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan  mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar  penemuan. (Djiwandono, 2002:170)
•  Teori Belajar Albert Bandura
   Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Sosial Learning Theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan kanak-kanak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh Bandura telah memberi penekanan tentang bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan sekitar melalui peneguhan (reinforcement) dan pembelajaran peniruan (observational learning), serta cara berfikir yang kita miliki terhadap sesuatu dan juga sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi orang yang ada disekitar dan menghasilkan peneguhan (reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh orang lain (observational opportunity).
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahawa judi itu adalah tidak baik.
Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan sebenarnya. Bandura (1973) menghipotesiskan bahwa tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) merupakan hubungan yang saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking). menurut Albert Bandura lagi, tingkah laku sering dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu.
Hubungan yang aktif dapat mengubah aktiviti seseorang. Seterusnya, menurut Bandura (1986), penguasaan kemahiran dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur -unsur yang berdasarkan dari diri pelajar sendiri yaitu sense of self Efficacy dan self  regulatory system. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahawa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai seperti yang berlaku. Self regulatory pula merujuk kepada:
1) Struktur kognitif yang memberi gambaran tingkah laku dan hasil pembelajaran.
2) Sub proses kognitif yang dirasakan, mengevaluasi, dan mengatur tingkah laku kita (Bandura, 1973). Dalam pembelajaran self -regulatory akan menentukan goal setting dan self evaluation pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi atau sebaliknya. Menurut Bandura, untuk Berjaya, pembelajar harus dapat memberikan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, Seterusnya mengembangkan self of mastery, self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar sosial adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya, diantaranya :
a. Mementingkan pengaruh lingkungan
b. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
c. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
d. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
(Olson, 2010:382)
•  Teori Belajar Vygotsky
   Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak.
Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan  alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua  selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual development dan potensial development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Menurut teori Vygotsky, Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.
Lingkungan sosial yang menguntungkan anak adalah orang dewasa atau anak yang lebih mampu yang dapat member penjelasan tentang segala sesuatu sesuai dengan nilai kebudayaan. Sebagai contoh, bila anak menunjuk suatu objek, orang dewasa tidak hanya menjelaskan tentang obyek tersebut, namun juga bagaimana anak harus berperilaku terhadap objek tersebut (Rita, dkk, 2008:134). Vygotsky membedakan proses mental menjadi 2, yaitu :
a. Elementary. Masa praverbal, yaitu selama anak belum menguasai verbal, pada saat itu anak berhubungan dengan lingkungan menggunakan bahasa tubuh.
b. Higher. Masa setelah anak dapat berbicara. Pada masa ini, nak akan berhubungan dengan lingkungan secara verbal.
Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding merupakan suatu istilah pada proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui Zone of proximal developmentnya.
Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap – tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri
Vygotsky juga berpendapat bahwa bahasa sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak. bagi Vygotsky, bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah. Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi. (Yahaya, 2005:60)
•  Teori Belajar R C Anderson
   Anderson dalam Slavin (1994), mengembangkan model mastery learning sebagai berikut: Melakukan orientasi ke penguasaan tugas belajar (mastery learning), Menyampaikan materi pelajaran, Memberikan kuis formatif (evaluasi yang dilakukan untuk menentukan apakah perlu dilakukan pembelajaran tambahan atau tidak), Memberikan ke pembelajar corrective instruction (untuk yang belum mencapai taraf penguasaan tertentu berdasarkan hasil kuis formatif yang sudah dilakukan) atau enrichment activities.
Salah satu cara untuk mengadaptasi keberagaman pembelajar adalah dengan melakukan apa yang disebut dengan mastery learning yaitu sebuah sistem pembelajaran yang menekankan pada perolehan tujuan  pembelajaran oleh semua siswa dengan memberikan kebebasan atau variasi waktu. Konsep dasar dari mastery learning adalah untuk membantu semua atau kebanyakan pembelajar menguasai keterampilan khusus yang level penguasaannya telah ditetapkan sebelumnya sebelum pembelajar melanjutkan ke keterampilan lanjutannya.
Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa kebanyakan pebelajar dapat belajar keterampilan khusus ini dalam kurikulum.Permasalahan yang biasanya muncul dalam mastery learning ialah bagaimana cara memberikan waktu tambahan untuk pembelajaran. Dalam beberapa penelitian mastery learning, waktu tambahan untuk pembelajaran ini diberikan usai jam pelajaran yang ditetapkan dan ada juga alternatif yang dapat dipakai untuk menambah jam pelajaran selama waktu pembelajaran. Setiap siswa diwajibkan melewati fase mastery criterion yaitu tingkatan standart tertentu yang harus dimiliki oleh tiap siswa. Siswa yang gagal memenuhi standart tersebut nantinya akan diberikan corrective instruction yaitu pembelajaran yang diberikan kepada siswa yang gagal menguasai atau memenuhi tujuan pembelajaran. Pembelajaran ini bertujuan meningkatkan penguasaan siswa pada tujuan pembelajaran tersebut sehingga ia dapat mencapai standart target yang telah ditetapkan.

Daftar Pustaka

Bandura, A. 1973. Aggression: A social learning analysis. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Bandura, A. 1986. Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Djiwandono, Sri E W. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo.
Olson, Matthew H. 2010. Theories of Learning. Jakarta : Prenada Media Group.
Rita E.I.,dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta : UNY Press.
Suparno, Paul. 2000. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Jakarta: Kanisius.
Sugandi, Achmad. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES.
Yahaya, Azizi. 2005. Aplikasi Kognitif Dalam Pendidikan. Pahang: PTS Publication.

0 comments:

Post a Comment