Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta
Kanada, pada tanggal 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di
desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat
pendidikan di University of British Columbia, dalam Jurusan Psikologi. Dia
memperoleh gelar Master di dalam bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun
kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program
doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford
University. Bandura banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk
meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen.Pada tahun
1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah
American Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution
pada tahu 1980.
(Albert Bandura)
Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar
tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku sosial dan proses identifikasi.
Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti tentang agresi pembelajaran sosial dan
mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama mendapat gelar doctor sebagai
asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan
dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua
fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme.
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial, salah satu
konsep dalam aliran behaviorime yang menekankan pada komponen kognitif dari
pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.
Teori
Pembelajaran Sosial
Teori Pembelajaran
Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran
sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian
besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan
lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat-isyarat perubahan perilaku, dan
pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita
akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement
eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami
bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial manusia itu
tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi
oleh stimulus-stimulus lingkungan.
Teori belajar sosial
menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara
kebetulan; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang
itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh
(Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan
secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran
sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu
langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran
melalui pengamatan, yaitu:
- Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain. Contohnya : seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain.
- Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu, mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M,1998.a:4). (http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-sosial.html)
Seperti pendekatan teori
pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran sosial berdasarkan pada
penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah
laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah
cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori –
teori sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah
laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran
terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku
orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal
tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
Pendekatan teori sosial
terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
a. Conditioning; prosedur belajar dalam
mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur
belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward
(ganjaran / memberi hadiah atau mengganjar) dan punishment (hukuman / memberi
hukuman) untuk senantiasa berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang
perlu ia perbuat.
b. Imitation; proses imitasi atau peniruan.
Dalam hal ini, orang tua dan guru seyogianya memainkan peran penting sebagai
seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral
bagi siswa. Sebagai contoh, seorang siswa mengamati gurunya sendiri menerima
seorang tamu, lalu menjawab salam, menjabat tangan, beramah tamah, dan
seterusnya yang dilakukan guru tersebut diserap oleh memori siswa.
Semakin piawai dan
berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial
dan moral siswa tersebut. Mengimitasi model merupakan elemen paling penting
dalam hal bagaimana si anak belajar bahasa, berhadapan dengan agresi,
mengembangkan perasaan moral dan belajar perilaku yang sesuai dengan gendernya.
Analisis perilaku terapan (applied behavior analysis) merupakan kombinasi dari
pengkondisian dan modeling, yang dapat membantu menghilangkan perilaku yang
tidak di inginkan dan memotivasi perilaku yang diinginkan secara sosial.
Definisi belajar pada
asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang relative positif dan
menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. (http://sheilajrina.wordpress.com/2011/03/29/teori-kognitif-belajar-sosial-bandura/).
Semenjak penelitian
awal Bandura, ratusan penelitian eksperimental lainnya mengenai anak, remaja,
dan orang dewasa telah menunjukkan hasil yang serupa, sehingga meyakinkan
banyak psikolog bahwa mengobservasi agresi itu sendiri dapat meningkatkan
agresivitas (Komisi Kekerasan dan Remaja APA, 1993: Bushman & Anderson,
2001; Eron, 1995).
Sebuah meta-analisis
menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi kontak terhadap kekerasan dalam film
maupun televisi, semakin kuat pula kemungkinan seseorang untuk berperilaku
secara agresif, bahkan setelah para peneliti mengontrol kelas sosial,
kecerdasan, dan factor-faktor lainnya (Anderson & Bushman, 2001). Ketika
siswa-siswa sekolah mengurangi waktu yang biasa digunakannya untuk menyaksikan
televisi atau bermain permainan video yang sering kali mengandung kekerasan,
tingkat agresivitasnya akan menurun. Disimpulkan bahwa “penelitian mengenai
kekerasan yang termuat dalam televisi, serta film, permainan video, dan musik
menunjukkan bukti yang jelas bahwa kekerasan pada media meningkatkan
kecenderungan perilaku agresif dan keras,” baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang (Anderson dkk., 2003). (http://sheilajrina.wordpress.com/2011/03/29/teori-kognitif-belajar-sosial-bandura/).
Beberapa psikolog dan
kritikus sosial percaya bahwa hubungannya tidak sekuat yang diduga sehingga
tidak perlu dikhawatirkan (Freedman, 2002). Kekerasan dalam media tidak
menyebabkan seluruh penontonnya, bahkan sebagian besar penontonnya, menjadi
agresif. Banyak diantara mereka yang menganggapnya hanya sebagai kesenangan
sesaat dan pulang ke rumah untuk kembali mengerjakan pekerjaan rumahnya.
Setelah menyaksikan film-film dengan kekerasan, orang-orang agresif merasa
lebih marah dibandingkan mereka yang tidak agresif, dan cenderung lebih mungkin
bertindak dengan lebih agresig terhadap orang lain.
Dalam pandangan
sosial-kognitif, kedua kesimpulan mengenai hubungan agresi dan media memiliki
bukti dan dapat dibenarkan. Perilaku yang menunjukkan kekerasan yang
ditampilkan secara berulang di media dapat menjadi model perilaku dan respons
terhadap konflik yang akan diikuti oleh sebagian orang, seperti juga
iklan-iklan di media mempengaruhi banyak orang untuk membeli dan mempengaruhi
cara berpikir mereka mengenai tubuh lelaki atau perempuan yang ideal. Meskipun
pendekatan perilaku sosial-kognitif mengenai pembelajaran berbeda dalam
penekanannya, mereka memiliki kesamaan dalam optimisme mendasar mengenai
kemungkinan perubahan dalam diri individu maupun masyarakat.
Menurut Bandura,
belajar itu lebih baik dari sekedar perubahan prilaku. Belajar adalah
pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasrai oleh pengetahuan
tersebut. Lewat teori observational
leaning, Bandura beranggapan bahwa masalah proses psikologi terlalu di anggap
penting atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Orang dapat melinatkan
diri dalam pikiran simbolik, orang cenderung untuk membimbing dirinya sendiri
dalam belajar. Menurut Bandura yang penting adalah kemampuan seseorang untuk
mengabstraksikan informasi dan perilaku orang lain. (http://sheilajrina.wordpress.com/2011/03/29/teori-kognitif-belajar-sosial-bandura/).
Prinsip belajar menurut
Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami, hal ini berbeda
dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan social yang banyak
memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya. Kritik
Bandura terhadap belajar itu sebagai hubungan antar stimulus dan respon adalah
:
- Kurang menjelaskan tentang diperolehnya respon yang baru. Dalam situasi alami menurut Bandura, orang akan berbuat lebih banyak daripada sekedar meniru perilaku yang telah ada.
- Hanya mengamati direct learning (belajar langsung) yaitu orang berperilaku sesuatu dan mengalami akibatnya. Sebaliknya bandura mengatakan bahwa seorang anak dalam hubungan pribadinya dengan orang dewasa, melalui interaksi anak dan orang tuanya, dengan persaan irinya dan sebagainya menyebabkan anak meniru perilaku tertentu.
Teori belajar sosial
adalah sebuah teori belajar yang relative masih baru dibandingkan dengan
teori-teori belajar lainnya. Salah seorang tokoh utama teori ini adalah Albert
Bandura, seorang psikologi pada Universitas Standford Amerika serikat, dianggap
sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat. Bandura memandang tingkah
laku manusia bukan semata-mata reflex otomatis atas stimulus, melainkan juga
akibat reaksi yang timbul akibat interaksi anatar lingkungan dengan skema
kognitif manusia itu sendiri. Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura
termasuk belajar sosial dan moral. (http://sheilajrina.wordpress.com/2011/03/29/teori-kognitif-belajar-sosial-bandura/).
Modeling (Peniruan)
Albert Bandura dan
Richard Walters (1959, 1963) melakukan eksperimen pada anak-anak yang juga
berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan
dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang
ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses belajar
semacam ini disebut “observational learning”
atau pembelajaran melalui pengamatan. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar
teori pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori pembelajaran sosial yang
sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa mempertimbangan aspek mental
seseorang.
Menurut Bandura,
perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan
lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori
pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama
Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa
memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam
video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan
dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak
tersebut melihat patung tersebut, mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh
orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini
terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru
membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara
langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya
anak-anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak
merupakan contoh perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak
bersorak di dalam kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan
memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan
tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam situasi
tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul
apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang
anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri
anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku
apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Menurut teori belajar sosial, perbuatan melihat saja
menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam
proses belajar dapat diringkas dalam empat tahap , yaitu :- Perhatian (Attention), Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki.
- Mengingat (Retention), Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diinginka. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
- Reproduksi gerak (Reproduction), Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.
- Motivasi, Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu.
Karakteristik yang
ditonjolkan dalam pembelajaran Modelling antara lain:
- Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
- Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain
- Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
- Pelajar memperoleh emampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
- Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif
Jenis-jenis
Peniruan (modeling):
1. Peniruan
Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan
berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran
ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau
mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu
dilakukan. Meniru
tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh :
Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2. Peniruan
Tak Langsung
Peniruan
Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung.
Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru
mengajarkan rekannya.
3. Peniruan
Gabungan
Peniruan
jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu
peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya
melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan
Sesaat / seketika.
Tingkah
laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh
: Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan
Berkelanjutan
Tingkah
laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar
meniru gaya bahasa gurunya.
Eksperimen yang sangat
terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak meniru seperti
perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Albert Bandura seorang tokoh
teori belajar sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan “permodelan “.
Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa yang
disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan dapat
memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar.
Eksperimen
Pemodelan Bandura :
a. Kelompok
A = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk, menendang,
dan menjerit kearah patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan
orang dewasa malahan lebih agresif
b. Kelompok
B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung besar
Bobo
Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif
seperti kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku
anak-anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah hasil dari penguatan.
Hasil Keseluruhan
Eksperimen :
Kelompok A
menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dari orang dewasa. Kelompok B tidak
menunjukkan tingkah laku yang agresif.
(Gambar Experimen
Bobo Doll Bandura)
Penerapan
Teori Bandura dalam Pembelajaran
Proses pembentukan
perilaku dari tidak suka belajar menjadi suka belajar dapat dilakukan melalui
banyak cara, diantaranya adalah dengan modeling. Kalau siapapun yang ada di
rumah atau di ingkungan anak sudah terbiasa belajar sejak kecil maka hal ini
akan diobservasi oleh anak secara terus menerus dalam hidupnya. Kemudian anak
ini difasilitasi dengan banyak media baik yang alami maupun buatan untuk
mendorong minat belajarnya,misalnya berupa buku bacaan, buku tulis dan kelengkapannya,
serta media cetak atau audio visual yang ditata secara menarik di rumah atau
kelompok kelompok belajar yang ada. Orang tua atau guru atau pembimbing
berperan ganda, sebagai model sekaligus sebagai pamong belajar. Tanpa ada
ancaman, hukuman, ketegangan, ketakutan akan membuat anak nyaman, tenang, untuk
belajar dengan pamongnya. Dominansi kasih sayang, kelembutan, contoh yang
nyata, kejujuran, kesantunan, pujian, penghargaan, senyuman akan sangat
mendorong munculnya perilaku yang diharapkan. Kesinambungan proses seperti ini
akan mengkristal dalam jiwa dan pikir anak sehingga menjadi perilaku yang
permanen dalam hidupnya. Tidak akan mudah lekang oleh waktu dan tuntutan zaman
yang semakin tidak karuan.
Penerapan dalam
pelajaran ekonomi dan akuntansi guru dapat membawa para siswanya ke swalayan,
pasar, toko, koperasi, bursa efek, bank, BMT, salon,dan lain lain yang jelas ke
pusat pusat perdagangan atau ekonomi. Di tempat ini siswa dapat belajar
menghitung laba, menarik minat konsumen untuk membeli barang atau jasa,
mengemas barang sehingga menjadi terjangkau untuk dibeli masyarakat kelas
menengah ke bawah, memberi bonus bagi pelanggan yang tepat waktu membayar
cicilan.
Penerapan dalam
pelajaran sejarah guru dapat membawa siswanya misalnya ke Gua Selarong untuk
mengamati lokasi Pangeran Diponegoro bersembunyi dari kejaran Belanda yang
menjajah Indonesia. Selain itu,
mengamati tandu yang digunakan untuk mengusung Jendral Besar Sudirman saat bergerilya dalam kondisi
sakit paru paru.Sambil mengamati objek objek belajar tersebut guru dapat
memberikan informasi yang pas untuk menumbuhkan rasa patriotisme atau memberi
informasi penting tentang sejarah Indonesia yang harus dikuasai oleh siswa.
Dengan metode observasi
dan modeling yang menjadi ciri utama Teori Bandura siswa dapat belajar sambil menikmati indahnya
alam sekitar ciptaan Yang Maha Pencipta, siswa dapat menghirup segarnya udara
di luar kelas dengan sepuas puasnya. Siswa dapat mengembalikan kebugaran
fisiknya dengan mengamati banyak objek alami dan fenomena fenomena baru dibawah
bimbingan gurunya.Siswa dapat berdiskusi dan adu argumentasi setelah menemukan
banyak data di lapangan yang dituliskan dalam tabel pengamatan. Siswa dapat
menemukan sendiri pengetahuan baru
(inquiry) setelah mengamati dan berdiskusi serta tambahan informasi dari teman
dan gurunya. Mereka tidak akan merasakan lelah atau terlalu lama belajar langsung di alam atau mengamati
langsung objek belajar yang asli atau alami. Sekaligus guru dapat memberi
penilaian yang sebenarnya dari kemampuan para siswanya setelah melihat,
mendengar, mendiskusikan masalah, mengumpulkan data dan menarik kesimpulan bersama seluruh siswanya.
Kondisi siswa yang seperti ini penting untuk dapat mengatasi kejenuhan fisik
maupun psikis siswa dalam belajar, karena di metode belajar ini guru
mengaitkan langsung antara materi pelajaran dengan alam ( yang
memiliki komponen biotic berupa makhluk hidup dan komponen abiotik berupa benda
mati ) atau kehidupan sehari hari.
Memang diperlukan
persiapan dan ketangguhan profesi dari sang guru atau orangf tua baik berupa fisik maupun psikis dalam
menerapkan konsep belajar ini. Hal ini disebabkan karena akan munculnya banyak
kreatifitas dan kenyataan kenyataan baru dari konsep ilmu yang diperoleh siswa,
yang berbeda jauh dengan teori yang ada di buku atau media belajar cetak maupun
elektronik yang lain. Guru akan menjadi sangat capek karena harus melayani
banyaknya pertanyaan dan temuan temuan siswa yang mulai tumbuh pola berpikir
analitik dan sintetiknya. Kemudian siswa akan terus memburu untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan ini,disini kemampuan guru ditantang untuk dapat
mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat menghantarkan siswa
untuk membuka buku buku sumber yang ada
pada siswa atau di perpustakaan, membuka internet, memberi kesempatan
diskusi pada kelompok, sebelum akhirnya kesimpulan yang benar akan diperoleh
dibawah bimbingan guru.
Dari contoh contoh di
atas terbukti sudah bahwa dengan
aplikasi teori belajar Bandura dapat
menciptakan masyarakat belajar bagi seluruh siswa atau anak , menimbulkan
banyak pertanyaan, membuat siswa atau anak
dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri konsep konsep ilmu ,guru dapat mengadakan penilaian
yang sesungguhnya dari kemampuan yang dimiliki setiap siswa atau anak , guru
maupun siswa lain dapat menjadi model belajar anak , dan membiasakan berpikir konstruktif bagi siswa atau anak. Pada akhirnya
diharapkan adanya perubahan perilaku anak dari tidak suka belajar menjadi
terbiasa belajar. (http://uunsmaji.wordpress.com/2011/03/15/teori-bandura-untuk-mengubah-perilaku-siswa-sehingga-suka-belajar/).
Kelebihan dan Kelemahan Teori Albert Bandura
Teori Albert Bandura
lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya, karena itu menekankan
bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif
orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata reflex
atas stimulus (S-R bond), melainkan
juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan
kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan
pada perlunya conditioning (pembiasan
merespon) dan imitation (peniruan).
Selain itu pendekatan belajar sosial menekankan pentingnya penelitian empiris
dalam mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses
yang menjelaskan perkembangan anak-anak, faktor sosial dan kognitif.
Kelemahan yang terdapat
pada teori ini adalah pada saat proses penerimaan informasi yang tidak melihat
aspek positif dan negatifnya. Jika manusia belajar atau membentuk tingkah
lakunya dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sebagian
individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku
yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Hergenhahn, B.R. dan Matthew H. Olson. (2010). Theories of Learning; Teori Belajar.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suryabrata, Surya. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Syah, Muhibbin. (2009). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers
Sumber
Internet
Maji, Uun S. (2011). Analisa Deskriptif Peranan Teori
Bandura Dalam Mengubah
Perilaku Anak Untuk Senang Belajar. [Online]. Tersedia: http://uunsmaji.wordpress.com/2011/03/15/teori-bandura-untuk-mengubah-perilaku-siswa-sehingga-suka-belajar/.
[28 September 2011].
Kholil, Anwar. (2009). Teori Pembelajaran Sosial.
[Online]. Tersedia: http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-sosial.html.
[28 September 2011].
Prastyo, Adhi Eckha. (2011). Teori Sosial Learning Albert Bandura. [Online]. Tersedia: http://adhieckhaprastyo.wordpress.com/2011/03/23/teori-sosial-learning-albert-bandura/.
[28 September 2011].
Riwayanti, Rike. (2010). Konsep dan Implikasi Teori Belajar Sosial (Albert Bandura).
[Online]. Tersedia: http://rike-rikeriwayanti.blogspot.com/2010/11/konsep-dan-implikasi-teori-belajar.html.
[28 September 2011].
Sheila. (2011). Teori
Kognitif Belajar Sosial-Bandura. [Online]. Tersedia: http://sheilajrina.wordpress.com/2011/03/29/teori-kognitif-belajar-sosial-bandura/.
[28 September 2011].
Sudrajat, Akhmad. (2008). Teori-Teori Belajar. [Online]. Tersedia: http://www.psb-psma.org/content/blog/teori-teori-belajar.
[28 September 2011].
Winarto, Joko. Teori
Belajar Sosial Albert Bandura. [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-belajar-sosial-albert-bandura/.
[28 September 2011].
Terima kasih min, udah ngumpuling artikelnya jadi satu!
ReplyDelete