Historiografi atau penulisan sejarah dalam ilmu sejarah merupakan titik puncak seluruh kegiatan penelitian sejarah. Dengan historiografi, kita dapat melihat suatu perkembangan peradaban manusia, termasuk di dalamnya menggugah kreatifitas manusia untuk mengembangkan peradaban. Setiap bangsa di dunia mempunyai sejarah dari penulisan sejarah yang berbeda-beda dan mempunyai karakteristiknya masing-masing. Karena adanya perbedaan ini, setiap bangsa di dunia tidak mengalami waktu yang sama saat mengenal tulisan, maka awal pengenalan sejarah tertulis juga tidak sama. Bagi yang sudah lama mengenal tulisan, sejarah penulisan sejarah mereka juga sudah mempunyai tradisi yang lama. Tetapi bagi bangsa-bangsa yang baru mengenal tulisan, sejarah penulisan sejarah mereka relatif baru.
Dalam
perkembangannya, historiografi memuat teori dan metodologi sejarah. Segala
sesuatu pastilah berasal dari yang paling rendah, begitu pula historiografi
Eropa yang diawali dari historiografi kuno. Historiografi Eropa Kuno jauh
berbeda dari historiografi tradisional seperti yang terjadi di Indonesia maupun
negara-negara lain. Hal in dikarenakan dalam historiografi kuno tidak
mengutamakan mitos dan theogoni. Orang-orang Yunani lebih mengutamakan
rasionalis dan demokrasi. Dan yang jelas bahwa historiografi Eropa Kuno
berorientasi pada perkembangan. Dalam historiografi Eropa kuno mengakar kuat
rasa patriotisme sehingga tulisannya pun banyak mengangkat tentang perang dan
kejayaan suatu imperium. Sebelum adanya historiografi Eropa kuno, suatu sejarah
pada awalnya berbentuk lisan atau yang lebih dikenal dengan tradisi lisan. Akan
tetapi setelah manusia mengenal tulisan maka penyampaian sejarah ini pun
berubah menjadi tradisi tulis. Penulisan awalnya masih berbentuk puisi atau
syair. Bentuk ini kemudian berubah menjadi prosa setelah adanya usaha penulisan
sejarah oleh Herodotus. Selanjutnya pada bab ini akan dibahas mengenai
Periodesasi Historiografi Eropa Kuno, tokoh-tokoh dalam Historiografi Eropa
Kuno, dan kekurangan dari Historiografi Eropa Kuno.
Periodesasi Historiografi Eropa Kuno
Pengertian klasik umumnya diberikan
kepada semua hasil peradaban Yunani dan Romawi kuno. Sebutan ini diberikan oleh
mereka yang hidup dan mendukung kebudayaan masa Renaissance dan yang menjadikan
Yunani dan Romawi kuno sebagai rujukan mereka. Sebaliknya oleh para gerejawan
Kristen yang hidup pada masa Abad pertengahan, kebudayaan Yunani dan Romawi ini
dinilai sebagai hasil kebudayaan “pagan”, kebudayan “kafir” dari orang-orang
yang belum beragama Kristen (Sjamsudin, 2011:3). Selanjutnya akan dibahas
mengenai Historiografi pada zaman Yunani dan Romawi.
Historiografi
Yunani Kuno
Setiap generasi dari suatu zaman itu senantiasa
menghasilkan sejarah atau kisahnya sendiri. Demikian juga setiap sejarawan dari
suatu zaman menghasilkan karya-karya sejarahnya yang khas. Hal ini
dilatarbelakangi oleh kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang unik dari
zamannya. Namun demikian dari banyak
sejarawan Yunani kuno yang menghasilkan karya-karya mereka, ternyata masih bisa
dibedakan dalam kelompok-kelompok sejarawan tertentu.
Para sejarawan Yunani pada umumnya berasal dari
lingkungan orang berada atau yang secara material berasal dari kalangan
masyarakat yang posisi ekonominya baik. Di samping itu beberapa sejarawan
nampaknya telah menjalani masa kehidupan mereka sebagai pengarang, atau bahkan
sebagai ilmuwan. Akan tetapi kebanyakan dari mereka adalah para politikus, pegawai, militer,
dokter (tabib) atau guru, dan pada waktu
yang sama atau sesudahnya juga masih tetap menjalankan pekerjaan penulisan
sejarah. Sejarawan Yunani nampaknya juga memiliki atau menikmati status yang relatif bebas. Kadang-kadang kebebasan intelektual itu lebih
banyak mengakibatkan pengusiran atau pengasingan, akan tetapi pengasingan itu
pada gilirannya memberikan jalan bagi kebebasan mereka. (Supriyono, 2003:7)
Dalam mengkisahkan sejarah masa lampau yang jauh ke
belakang, para sejarawan Yunani pada umumnya mendasarkan pada cerita rakyat dan
kisah-kisah yang disampaikan secara turun menurun atau atas karya para penulis
terdahulu, yang sesungguhnya juga berasal dari
para penulis-penulis yang mendahuluinya. Namun demikian sejauh bisa
diketahui, tradisi penulisan sejarah yang paling awal pada zaman Yunani kuno
adalah apa yang disebut dengan istilah tradisi Homerus, kemudian disusul dengan
munculnya para Logograaf , dan yang terakhir zaman keemasan
historiografi Yunani kuno.
Seringkali penyair Homerus yang hidup kira-kira pada abad
ke-10 SM dianggap sebagai pelopor sejarah di dunia Barat meskipun menurut
ukuran modern sekarang kedua epos
dalam bentuk puisi yang ditulisnya yatu Iliad
dan Odyssey bukanlah benar-benar
sejarah yang baik. Meskipun ia memberikan juga beberapa aspek sejarah dari
zamannya dalam tulisan-tulisan tersebut sebagaimana terbukti kemudian dari
hasil-hasil ekskavasi situs kota Troya di Asia Kecil (Turki sekarang), namun
Homerus tidak dapat melepaskan diri dari peran dewa-dewa yang amat menentukan
sehingga hasil karyanya itu lebih merupakan legenda dan mitos daripada
karya-karya sejarah sesungguhnya yang objektif. (Sjamsudin, 2011:4)
Iliad bercerita tentang
peperangan mati-matian antara orang-orang Yunani melawan orang-orang Troya
karena Paris putra Raja Troya melarikan Helen istri Raja Sparta. Orang-orang
Yunani mengejar untuk membalas dendam dan mengepung kota Troya selama sepuluh
tahun. Akhirnya kota itu berhasil direbut dengan siasat menggunakan kuda kayu
raksasa yang diusulkan oleh pahlawan dan juga salah seorang raja Yunani bernama
Ulysses (Odysseus). Adapun Odyssey menceritakan tentang pengembaraan Odysseus
setelah kota Troya jatuh. Ia kembali ke kampung halamannya di Ithaca yang telah
lama ditinggalkannya dan membalas dendam terhadap bangsawan-bangsawan yang
telah mencoba merebut tahtanya.
Perkembangan menuju ke penulisan sejarah
sebenarnya memerlukan waktu yang cukup lama. Pada abad ke-6 SM merupakan masa
transisi intelektual yaitu ketika orang Yunani mulai meninggalkan
pikiran-pikiran dalam puisi dan mulai menulis dalam bentuk prosa. Sebutan
kepada para penulis prosa disebut juga
dengan logograf. Tulisan-tulisan mereka berisikan tentang dongeng/ cerita
rakyat, genealogi dari keturunan orang termasyur, sejarah pendirian kota-kota,
bangsa-bangsa dan juga lukisan atau cerita mengenai keadaan geografis atau
etnografi dari negeri-negeri asing. Semua ini menjadi sumber-sumber sejarah
sebelum Herodotus tampil. Akan tetapi sejauh ini yang dapat diketahui hanya
sedikit, beberapa di antara mereka adalah:
- Cadmus
dari Milete yang menulis Ktisis Miletou, atau sejarah pendirian kota tersebut
(Milete).
- Dionysius
juga dari Milite, yang menyusun sejarah mengenai Persia sesudah Darius ( dengan
suatu gambaran mengenai daerah pemukiman).
- Charon dari
Lampsacus, yang disamping menulis mengenai mytologi, juga mengenai perang-perang Persia (Persika).
-
Acusilaus dari
Argus yang menyusun Genealogi yang menghubungkan munculnya cosmos dan sejarah
manusia dengan dunia para dewa. (Supriyono, 2003:13)
Selain dari beberapa logograf tersebut ada juga seorang
logograf yang memberikan kontribusi yang penting, yaitu Hecataeus. Ia dilahirkan
dari keluarga bangsawan lama pada sekitar 550 SM di Milete. Pada waktu terjadi
pemberontakan orang Ionis (Turki) terhadap Persia sekitar tahun 500 SM, ia
adalah penasehat dari polis di Milete. Ia juga telah banyak mengadakan
perjalanan, antara lain ke Asia kecil, Negeri Yunani, dan Mesir. Inilah
barangkali yang membuat ia menulis Periegesis atau pereiodos,
yang berarti perjalanan keliling dunia. Data-data yang dikumpulkan meliputi
etnografi, geografi dan sejarah lama negeri-negeri yang dikunjungi di Eropa dan
Asia. Disamping itu ia juga menulis genealogi, sebuah karya prosa
sejarah Yunani. Buku yang ditulis sekitar tahun 500 SM itu berbentuk semacam
daftar silsilah/ keturunan manusia (raja) yang sampai kepada Tuhan/ dewa,
dengan masa lampau yang sangat legendaris.
Penulis logograf terkenal
lainnya adalah Hellanicus dari Mytilene (Lesbos), yang hidup sekitar akhir abad V dan meninggal
sekitar tahun 400 SM. Beberapa di antara karya Hellanicus berbetuk mitografi
(mitologi yang sudah dituliskan), yaitu mengenai awal terjadinya atau adanya
manusia dan mengenai sejarah kota Troya.
Di samping mitografi ia juga menulis etnografi yang berisi sejarah
negeri-negeri bar-bar (di luar Yunani) seperti Aigyptiaka, Skythika, Persika
dan sebagainya). Ia juga menulis chronografi dan sejarah berdirinya kota-kota
seperti Roma oleh Aeneas, Atthis atau
Attica (Atena dan sekitarnya).
Historiografi Romawi Kuno
Sejarah awal Romawi sangat dipengaruhi oleh Yunani
sebelumnya, Pengaruh Yunani ini berlangsung sampai abad ke-2 SM. Sejarawan
Romawi pertama Fabius Pictor (kk. 254 SM) menulis Annals tentang Perang-perang Funisia. Kemudian sejarawan Romawi
pertama yang menulis Origins dalam bahasa Latin ialah Cato (kk. 234-149 SM)
mengenai sejarah Roma menurut tafsirannya yang diwarnai prasangka patriotis dan
aristokratis. (Sjamsudin, 2011:11)
Seperti halnya pada zaman Yunani kuno, para sejarawan
zaman Romawi sebagian besar sangat menyukai dan menghayati kesusasteraan. Di
samping sebagai ahli sastra, mereka adalah pencerita dan sastrawan yang baik
sehinga menghasilkan sejarah yang retoris, dramatis dan psikologis. Juga harus
dimengerti bahwa penulisan sejarah bukanlah ilmu pengetahuan, tetapi sebagai
cabang kesusasteraan yang indah dan berdasarkan sifat yang sedemikian itu,
mereka secara mencolok memberi tempat kepada kebudayaan klasik. Seperti pada
para ahli sastra yang sesungguhnya, penulis sejarah zaman Romawi ada kebiasaan
bahwa publikasi sejarah didahului atau
diawali dengan pembacaan naskah secara terbuka untuk umum. Demikianlah yang
juga terjadi pada Herodotus, dan masih tetap terjadi 8 abad kemudian pada
sejarawan Ammianus Maecellinus.
Dalam penulisan sejarahnya, sejarawan Romawi biasanya
tertarik pada 1 tema, yaitu Roma. Tokoh utama yang mempopulerkan penulisan
sejarah Romawi adalah Julius Caesarr (100-44 SM) dan karyanya adalah
Commentaries on the Gallic Wars dan Commentaries on the Civil War. Namun dalam
hal itu harus diingat, dibandingkan dengan negeri Yunani yang secara politik
terbagi menjadi wilayah-wilayah (polis-polis) yang kecil-kecil, Romawi sejak
perang Punisia telah berkembang meluas dan relatif mendunia. Dalam ikhtisar
dari sejarah Romawi yang berawal dari “absolute” yaitu dengan pendirian kota
Roma, tetapi juga dengan perhatian yang besar untuk masa Romawi yang terbaru,
bisa ditemukan bentuk-bentuk annalistik (anal) yang luas, sedangkan
kronikrelatif jarang ditemukan. Ikhtisar itu biasanya berakhir pada
zamannya sendiri (si penulis). Sejarah umum yang universal yang tidak hanya
dalam kerangka sejarah Romawi hanya bisa
ditemukan pada karya Trogus.Untuk masa-masa yang terbaru Romawi atau
kejadian-kejadian pada zamannya para penulis Romawi, banyak ditemukan studi
monografi, misalnya memoires (tulisan peringatan) dan historien (cerita yang
lebih detail mengenai kejadian-kejadian masa kini) atau kadang disebut dengan istilah annalen.
Sejarawan
Historiogarfi Eropa Kuno
Tokoh Sejarawan Yunani
Ada
beberapa sejarawan Yunani terkemuka, antara lain:
1.
Herodotus
(484-425)
Adalah salah
satu tokoh sejarawan yang berasal dr yunani,. Herodotus memiliki julukan
sebagai “Bapak Sejarah” karena ia adalah sejarawan pertama yang diketahui
mengumpulkan bahan-bahannya secara sistematis, menguuji akurasinya sampai batas
tertentu, dan menyusunnya dalam bentuk narasi yang terstruktur secara jelas.
Walaupun Herodotus
seorang yunani ia tidak dilahirkan di Yunani melainkan lahir di Asia yaitu di
Halikarnasus atau sekarang yang disebut Turki. Karya sejarahnya yang terkenal
adalah adalah History of the Persian Wars
(sejarah perang-perang persia). Dalam tulisaanya ia mencatat bahwa
peperangan yang terjadi adalah sebuah pemberontakan antara dua budaya atau
peradaban yang berbeda yaitu yunani dan Persia, dalam tulisannya Herodotus
mencoba untuk mnyelami kedua kebudayaan tersebut. Meskipun Herodotos menganggap
bangsa Persia adalah bangsa barbar yang tidak disukainya. Meski demikian
Herodotus mencoba untuk bersikap objektif terhadap tulisannya. hal tersebut
dimaksudkan untuk mnghargai peradaban yang dicapai oleh bangsa Persia. Dengan
demikian Herodotus dianggap sebagai bapak sejarah dan juga dianggap bapak
antropologi.
Herodotus menulis pada
abad ke-5 SM pada masa itu sumber penulisan sejarah terbatas pada dokumen karna
dokumen yang dimiliki yunani masih sedikit dengan demikian Heredotus tergantung
pada tradisi lisan, pestimoni (kesaksian), inskripsi (prasasti) sehingga
tingkat akurasinya tinggi dan mengesankan. Tulisannya menarik karna
perhatiannya kepada “kemanusiaan yang lebih luas”. Tujuan Heredotus menulis
“melestarikan dari kelupaan ingatan atas perbuatan manusia, dan mencegah
tindakan-tindakan besar dan indah dari orang-orang yunani “dan bar-bar
kehilangan bagian-bagian yang pantas mengenai kemenangan mereka dan mencatat
alasan-alasan perselisihan mereka.”
Heredotus memberikan penjelasan-penjelasan
yang wajar alami (naturalistik) dari kejadian-kejadian dan mencoba kritis.
Tulisan Heredotus jarang merujuk kepada campur tangan ketuhanan (dewa) seperti
yang dilakukan Homerus dan kedua eposnya tentang perang-perang troya beberapa abad
sebelumnya. Heredotus juga disebut sebagai ‘Bapak Penulisan Prosa’ karena ia
sejarawan naratif yang terampil yang sangat menaruh perhatian besar pada
orang-orang dan tempat-tempat dari peristiwa sejarah.
Heredotus
sebagai seorang yunani yang kritis tampak pada kepeduliannya dalam melakukan inkuiri
yang cermat untuk memisahkan kebenaran dari kepalsuan yang meragukan. Metode
sejarah lisan sebenarnya telah dimulai oleh Herodotus, karena Heredotus tau
nilai dari testimony pertama. Oleh karena itu ia mencari kesaksian-kesaksian
yang otentik dan dapat dipercaya.
2.
Thucydides
(kk 471-395)
Adalah
seorang pensiunan jendral Athena yang dituduh berkhianat karena kegagalan
militer. Ia kemudian dibuang dari Athena kk. Tahun 421 SM selama 20 tahun
sampai ia mati terbunuh tahu 395 SM. Dalam pengasingannya Thucydides
melanjutkan apa yang telah dirintis oleh Herodotus, menulis sejarah The Peloponnesian War (Perang
Peloponesia, 431-404 SM) yang isinya mengenai perang saudara di Yunani yaitu
antara dua Negara-kota Athena dan Sparta yang dibantu oleh sekutu-sekutu mereka
masing-masing pada tahun 431 SM. Karya Thucydides ini merupakan kajian sejarah
kontemporer sebagaimana juga sebagian besar dari karya Herodotus. Tulisan itu
bertahan lama menjadi standar yang diikuti dalam penulisan sejarah lama. Ia
dianggap sebagai sejarawan dalam arti sebenarnya karena ia mencoba mencari
sebab-sebab dari peristiwa-peristiwa
sejarah, menekankan ketepatan (akurasi), berusaha seobjektif mungkin,
dan mengutamakan kualitas analisis. “Saya (Thucydides) telah menulis karya saya
tidak sebagai suatu esai yang akan memperoleh tepuk tangan sebentar, tetapi
menjadi suatu milik sepanjang masa.” (Conkin & Stromberg, 1971: 12
Gawronski, 1969: 68
Gaya
tulisannya cemerlang. Dalam tulisannya itu ia menyelipkan pidato-pidato yang
diucapkan oleh pelaku-pelaku sejarahnya. Praktek penulisan semacam ini
menimbulkan tanda tanya besar dan acapkali ditolak oleh sejarawan-sejarawan
modern kelak yang dipertanyakan apakah pidato-pidato ini memang benar-benar
diucapkan oleh pelaku-pelaku sejarah yang bersangkutan. Akan tetapi Thucydides
mengklaim bahwa model keterampilan pidato-pidato itu menambah efek yang
esensinya secara literer adalah benar. Dengan cara ini dapat membantunya dalam
penelitian mengenai motif-motif dan dilemma-dilema yang dihadapi manusia. Akan
tetapi kritik utama terhadapnya karena tekanan yang berlebih-lebihan kepada
masalah-masalah politik. Akibatnya, tanpa disadari menjadi suatu pola yang kuat
sampai abad ke-19, yaitu dominasi yang kuat isu-isu politik dalam pemulisan
sejarah. Hanya saja pemusatan kepada politik ini mempunyai kelebihan juga
karena memberikan kesatuan focus tema sejarah.
Tidak
kalah penting tekanannya bahwa kajian sejarah berguna untuk menghadapi masa
depan dalam masalah-masalah yang sama (sejarah pragmatis). Karya ini adalah
anatomi tentang perang dan revolusi, tentanng pecahnya ketertiban internal dan
eksternal, ditulis dengan kepercayaan bahwa masa depan manusia dapat mencegah
tragedi-tragedi semacam itu jika mereka dapat belajar dari sejarah. Segala
intervensi ketuhanan dan peristiwa-peristiwa ajaib tidak terdapat dalam
karyanya. Thucydides mengharapkan karyanya “dapat dipertimbangkan berguna oleh
mereka yang menginginkan suatu pengetahauan yang tepat dari masa lalu sebagai
suatu bantuan untuk menafsirkan masa yang akan datang, yang mana dalam
masalah-masalah manusia (human affairs) harusnya mirip jika tidak dapat
dikatakan duplikasi dari masa lalu.” Ini yang membuat Thucydides tergolong
sejarawan moralis. (Thompson, 1958: 32; Conkin & Stromberg, 1971:13)
Setelah Thucydides terjadi kemunduran
dalam historiografi. Mungkin kelemahan teknik sejarah ini karena tekanan
Thucydides yang kuat akan kegunaan sehingga penulisan sejarah yunani kehilangan
pamornya selama beberapa abad berikutnya. Tulisan-tulisan para sejarawan
berikutnya dilakukan pertama-tama untuk mengarjarkan para pembaca
prinsip-prinsip moral. Sebab lain karena di Yunani menyusul periode Alexander
Agung antara kira-kira tahun 336-323 SM dan Yunani ditaklukan Romawi tahun 146
SM. (Thompson, 1958: 28-33; Barnes, 1963: 29-32; Hoaglind, 1960: 60)
3.
Polybius
(kk 198-117 SM)
Adalah
seorang Yunani yang memperkenalkan sejarah kepada Romawi. Sejarawan besar
Yunani klasik terakhir ini namanya sejajar dengan Herodotus dan Thucydides. Ia menghidupkan kembali
tradisi Herodotus dan Thucydides dalam karyanya mengenai Punic Wars (Perang-perang Funisia, 264-146 SM) yang menekankan
bersama-sama ketepatan, objektivitas, dan kegunaan sejarah.
Ia ditangkap
tahun 168 SM, dibawa ke Roma, menjadi sahabat dan tutor para pembesar Romawi.
Ia yang pertama membawa sastra dan pengetahuan Yunani ke Roma. Ia kagum dengan
melesatnya Republik Roma (509-30 SM) sebagai pusat kekuasaan.
Peristiwa-peristiwa luar biasa itu merangsangnya mengajukan inkuiri kekuasaan.
Polybius menyaksikan kemunculan kekuasaan Romawi dan ia ingin mengetahui
mengapa itu bisa terjadi. (Conkin & Stromberg, 1971: 13-14)
Faktor-faktor
sebab (causal) itu sangat sulit dijawab dengan tepat dan Polybius tidak dapat
dikatakan berhasil menjawabnya. Tetapi penelitiannya mengenai sejarah sangat
merangsang dan produktif. Ia penulis sejarah yang termsuk luar biasa, sangat
kritis, tidak memihak, mempunyai pengalaman lama dalam pemerintahan. Ia sangat
tajam dalam memilih ilustrasi yang tepat dan peristiwa yang penting dan
berpengaruh. Meskipun mungkin ia tidak pernah berhasil memecahkan teka-teki
mengenai sebab-sebab Romawi muncul sebagai suatu kekuatan yang besar, namun ia
mempunyai jawaban terkenal terhadap pertanyaan mengapa Romawi berkembang.
Menurutnya karena keserasian dalam konstitusi Romawi yaitu terdapat campuran
yang seimbang dalam tipe-tipe pemerintahan klasik yaitu demokrasi, aristokrasi,
dan monarki yang memberikan ruang lingkup bagi rakyat biasa, bangsawan, dan
raja. Ia percaya keseimbangan ini memungkinkan Romawi menghindari gerak siklus
dari monarki ke tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan kekuasaan
“kerumunan” (mob) dan kembali lagi kemonarki seperti yang terdapat dalam alam
pikiran Yunani bahwa urutan itu dapat dielakan. (Barnes, 1963: 32-34; Conkin
& Stromberg, 1971: 13).
Tokoh Sejarawan Romawi
Ada
beberapa sejarawan Romawi terkemuka, antara lain:
1.
Titus
Livy (59 SM-17 SM)
Adalah seorang
sejarawan nasional Romawi yang paling terkemuk, salah seorang tukang-cerita
terbesar. Karyanya merupakan suatu epos terbesar dan bentuk prosa mengenai
pertumbuhan romawi sebagai sebuah empirium dunia. Meskipun ia menghargai
ketepatan sejarah dalam pemaparannya, namun ia menempatkan ketepatan itu
setelah gaya penulisan yang sempurna. Ia terus terang mengagungkan Romawi
semangat patriotism. (Barnes, 1963:37-38)
Livy mencatat
proses kemunduran Romawi. Pada mulanya menulis mengenai awal Empirium Romawi
[30 SM-400 SM/476 M] zaman keemasan Augustus (63 SM-14 M). Tetapi ia menyadari
kemerosotan dalam karakter dan instusi-instusi Romawi dan menulis sebagian
untuk menghidupkan kembali moral untuk menunjukan kepada orang-orang Romawi
peninggalan bahan yang telah dibuat oleh nenek moyang mereka.
Livy kurang
dapat disebut sejarwan karena sebagian ia tidak sanggup mendapatkan
sumber-sumber dokumen. Ia mensuplai legenda-legenda tentang sejarah awal Roma.
Tetapi ia seorang Stylist berbakat, ia mencari penjelasan-penjelasan dan sangat
hormat pada masa lalu. Jelas hanya livy luas dibaca dan memainkan peranan
penting dalam menemukan kembali moral sementara zaman Augustus yang juga
disumbangkan oleh Virgil dalam Aeneid.
Point-point ini adalah mengenai
fungsi-fungsi praktis sejarah: Kabanggaan pada ras, bangsa, dan kelempoknya.
Perlu juga dicatat bahwa unifikasi
Romawi atas dunia lama (ancient world) membuat Livy mempunyai perspektif
global, melihat berbagai sejarah local sebagai bagian dari satu arus. (Thompson
1958: 73-78; Barnes 1963: 37-38; Conkin & Stromberg, 1971: 14).
2.
Tacitus
(kk 55-120 M)
Tokoh besar
lainnya dalam historiografi Romawi ialah Tacitus yang meninggal kira-kira
sekitar tahun 120 M. ia menulis antara tahun 85 sampai dengan 115 ketika
empirium mencapai puncak kekuasaan dan kejayaan tetapi sudah mulai dengan
proses kemunduran dari dalam. Ini dapat diketahui dari pergantian kaisar yang
sering kali.
Dengan
menggunakan teknik-teknik ilmiah yang dicontohkan oleh Polybius, Tacitus dalam
karya-karyanya yang terkenal Annals dan Histories mencoba memberikan cerita
yang tidak memihak mengenai keruntuhan kebesaran Romawi. Namun pemihakan (bias)
pribadinya jelas. Kekuatannya yang sesungguhnya ialah dalam kemampuannya
menganalisis intrik politik yang menjadi karakter zamannya. Karya lainnya,
lebih sosiologis daripada historis, ialah Germania, Tacitus memberikan kepada dunia
keterangan tentang gerakan bangsa Teuton ke dalam imperium Romawi. Pujiannya
kepada orang-orang barbar yang tidak korup ini terkandung kritik terhadap
peradabannya sendiri.
Tacitus adalah
sejarawan moralis (moralizing historian),
terkenal dengan ucapannya : “Fungsi sejarah tertinggi adalah untuk menjamin
bahwa aksi-aksi mulia harus dicatat dan bahwa kata-kata dan perbuatan-perbuatan
jahat (evil) diperlihatkan untuk dikutuk oleh keturunan.” (Conkin &
Stromberg, 1971:15)
Kelemahan Historiografi
Eropa Kuno
Setiap karya manusia di dunia pastilah punya kekurangan
dan kelebihannya masing-masing. Khusus untuk Historiografi Eropa Kuno,
Sjamsudin (2011:13) dalam diktatnya memaparkan kekurangan atau kelemahan pada
Historiografi Eropa Kuno, yaitu:
1. Meskipun
terdapat beberapa perkembangan dibuat dalam penulisan dan teknik penulisan
sejarah, dan sebagian besar sejarawan telah mencoba akurat dan objektif dalam
karya-karya mereka, namun ada kekurangan utama para sejarawan ialah mereka
sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya mereka sendiri. Pengaruh dewa-dewa,
mitos, dan legenda yang tidak didokumentasi terus-menerus menyusup dalam
tulisan-tulisan mereka. Meskipun demikian, aspek-aspek dasar dari penulisan
sejarah yang ketat telah diletakkan. Ini akan menjadi lebih sempurna pada
saatnya kelak.
2.
Ruang
lingkup sempit. Mereka secara eksklusif menulis sejarah politik, khusus pada
zaman mereka sendiri, atau tidak jauh pada saat itu. Alasan terutama pada
hakekat materi yang dapat mereka peroleh dari sumber-sumber. Livy tergantung
pada legenda-legenda tentang awal berdirinya Roma karena hanya sedikit dokumen
yang tinggal. Thucydides tergantung pada wawancara saksi hidup. Sedikit koleksi
manuskrip dalam arsip, tidak ada majalah atau pakar. Ini menurut standard
modern yang membatasi ruang lingkup sejarawan-sejarawan kuno dalam waktu dan
materi sejarah.
3.
Sejarah
dianggap sebagai subjek praktis; berfungsi ”sejarah didaktik” (didactic
history) dan ajaran moral dari contoh-contoh kehidupan. Menurut definisi
terkenal dari Cicero (106-43 SM), sejarah adalah ”sinar kebenaran, saksi waktu,
guru kehidupan.” ini merefleksikan kepercayaan kuno yang amat berharga dan amat
diyakini bahwa sejarawan tidak boleh berat sebelah, tidak boleh memihak, dan
kritis. ”Hukum sejarah yang pertama ialah sejarawan tidak boleh takut
mengatakan sesuatu kecuali kebenaran; kedua ia harus berani mengatakan seluruh
kebenaran,” kata Cicero. Selanjutnya Cicero merangkum semua pikiran klasik
tentang sejarah. Kita mencari kebenaran; kita melestarikan yang terbaik dari
masa lalu untuk membentuk peradaban; kita mengambil keuntungan dari
”pelajaran-pelajaran” masa lalu
4.
Karya-karya
sejarah cenderung retoris dan bombastis; fungsinya mengajarkan filsafat moral
dengan contoh. Thucydides dalam tulisannya menyelipkan orasi-orasi imajiner.
(Sjamsudin, 2011:13)
Selain kekurangan yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa
kekurangan yang lainnya, diantaranya yaitu nilai berat sebelah itu tetap ada
walaupun sudah diusahakan seobjektif mungkin. Hal ini bisa dilihat dalam karya
Thucydides, dia adalah seorang jenderal perang Athena. Dalam perang Peloponesia
ini Athena mendapatkan kemenangan, sehingga mau tidak mau rasa berat sebelah
itu akan muncul. Begitu pula dalam karya Herodotus, dia sangat
mengagung-agungkan kebudayaan Yunani dan menganggap kebudayaan Parsi (Timur)
sebagai kebudayaan yang terbelakang. Selain itu karya Herodotus walaupun
menggunakan sumber dari kedua belah
pihak, dalam tulisannya masih saja terdapat unsur supernatural, sehingga
membuat nilai dari karyanya ini tidak sempurna. Sedangkan dalam karya Titus dia
menggunakan daya imajinatif, adanya pengorbanan kebenaran sejarah demi sebuah
retorika.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes,
Harry Elmer. (1963). A History of
Historical Writing, New York: Dover Publications, Inc.
Gawronski,
Donald V. (1969). History: Meaning and
Method. Glenview, Illnois: Scott, Foresman and Company.
Conkin,
Paul & Stromberg, Roland N. 1971. The Heritage and Challenge of History.
New York: Dodd, Mead & Company.
Sjamsuddin,
Helius. (2011). Perkembangan
Historiografi. Draft Bahan Kuliah Program Pendidikan Sejarah S2 Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Supriyono, Agust. (2003). Historiografi Eropa Barat; Kuno, Abad Tengah & Modern. Diktat Bahan Kuliah Historiografi Umum Jurusan Sejarah
Universitas Diponegoro. Tidak diterbitkan
Tompson,
James Westfall. (1958). A History of
Historical Writting, 2 Jilid. New York: The Macmillan.
0 comments:
Post a Comment