Recent Posts

Jatuhnya uni Soviet

Bubarnya Uni Soviet merupakan anti klimaks dari serangkaian perjalanan sejarah yang panjang dengan penuh dinamika politik di dalamnya.

Banten Dalam Pergumulan Sejarah

Buku ini mendeskripsikan mengenai embrio dari rekaman peristiwa masa lalu Banten sampai pembentukan Provinsi Banten.

Britania Raya Exit

Brexit adalah istilah yang umum digunakan untuk keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE).

Gerakan Separatis di Indonesia

Gerakan separatisme yang tejadi di Indonesia adalah suatu gerakan yang bertujuan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia dari satu sama lain.

Teori Pembelajaran Sosial

Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik) dan teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura pada tahun 1986.

Thursday, November 24, 2016

Kajian Metodologi Buku Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara

1.  
            Identitas Buku
Penulis                         : Nina H Lubis
Kata Pengantar            : Taufik Abdullah
Penerjemah                  : Drs. Azmi, MA., Ph.D dan Drs. Zulfahmi, Dipl. I. T.Ed
Penerbit                        : Pustaka LP3S Indonesia
Tahun Terbit                 : 2004
Tempat Terbit              : Jakarta

2.      Biografi Penulis
Nina Herlina Lubis adalah seorang doktor sejarah di Jawa Barat dan dilahirkan di Bandung 9 September 1956. Ia mengenyam pendidikan pertama kali di Sekolah Dasar Negeri Cibuntu Bandung (1968), Sekolah Menengah Pertama Negeri I bandung (1971), dan Sekolah Menengah Negeri 3 Bandung (1974). Setamat SMA, ia melanjutkan ke Institut Teknologi Bandung (1975), tetapi ia tidak betah kuliah di sana dan pindah ke Jurusan Sejarah yang memang menjadi impiannya. Mula-mula ia kuliah di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara (1978-1980), kemudian diselesaikan di Universitas Padjajaran Bandung (1984). Program S-2 Bidang Studi Sejarah diselesaikannya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta selama 4 semester dengan yudisium cum laude (1990) dengan tesis yang berjudul Bupati R.A.A. Martanagara; Studi Kasus Elite Birokrasi Pribumi di Kabupaten Bandung (1893-1918) yang sudah diterbitkan sebagai buku (2001). Gelar Doktor Sejarah diperolehnya dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1997) dengan predikat cum laude. Disertasinya yang berjudul Kehidupan Kaum Menak Priangan (1800-1942) sudah diterbitkan menjadi buku (1998). Bukunya yang lain adalah Historiografi Barat (1999). Tradisi dan Transformasi Sejarah Sunda (2000), serta Sejarah Kot-Kota Lama di Jawa Barat (editor dan penulis) (2000), Sejarah dan Budaya Politik (2002). Saat ini Nina bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan di Program Pasca Sarjana Unpad, dan menjadi Ketua Masyarakat Sejarahwan Indonesia cabang Jawa Barat (2000-sekarang). Sejak Februari 2001, ia manjadi Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Unpad. Selain itu, ia juga menjadi Ketua Majelis Taklim Riyaadlul-Jannah yang juga mengelola panti asuhan di Jatinangor.


3.      Isi Buku
Buku ini menjelaskan tentang sejarah Banten sejak masa pra sejarah hingga terbentuknya provinsi Banten  dengan menitikberatkan pada sisi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu dijelaskan pula tentang peranan Sultan, Ulama, dan Jawara pada kehidupan masyarakat Banten. Alasan penulis tertarik mangangkat Sejarah Banten sebagai objek penulisannya karena Banten merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memilikik sejarah yang panjang dan mempunyai pengaruh pada perkembangan sejarah Indonesia. Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk Umun pada tahun 1527, Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang. Pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibu kota atau pakuan (berasal dari kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten.  Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonmian masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Lampung.
Jadi, Banten kaya sekali akan sejarahnya dan sempat menjadi salah satu kota pelabuhan di Indonesia. Dalam perlawanan terhadap tentara Belanda pun, Banten ikut terlibat dimana pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, pihak tentara Belanda mengakui kegigihan dan keberaniaannya dalam usaha mempertahankan Wilayah Banten. Karena memang susah dikalahkan maka Belanda pun menggunakan politik adu domba untuk mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. Selain itu, ada juga bentuk perlawanan terhadap tentara Jepang yang dipimpin oleh Ce Mamat.
Tema buku ini adalah penggambaran secara keseluruhan mengenai sejarah Banten dari awal prasejarah hingga terbentuknya provinsi Banten. Selain itu, diungkapkan pula mengenai keterhubungan peran sultan, ulama, dan jawara yang sangat penting pada saat itu bagi kehidupan masyarakat Banten.Buku ini terdiri dari 10 bagian yaitu:

Bagian 1: Masa Prasejarah
            Berisi tentang budaya prasejarah dengan diawali masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, budaya megalitik, tradisi gerabah dan masa perundagian. Jadi, pada bab ini dijelaskan peninggalan masa prasejarah di berbagai tempat di wilayah Banten dengan dipaparkan pula bukti yang ada. Contohnya Di Cigeulis, Pandeglang telah ditemukan kapak perimbas, alat penetak, pembelah, dan alat serpih. Di samping itu ditemukan pula lukisan gua di Sanghiyang Sirah, Ujung Kulon. Hal Ini menunjukkan bahwa manusia waktu itu hidup di gua-gua. Pada tahap akhir dari kehidupan masa berburu dan mengumpulkan makanan itu, memang diasumsikan orang sudah mulai hidup di gua-gua walaupun tidak tetap. Gua-gua tempat tinggal sementara itu biasanya berada tidak jauh dari danau atau aliran sungai yang memiliki sumber-sumber makanan seperti ikan, kerang, dan siput

Bagian 2: Masa Hindu-Budha
            Berisi tentang kehidupan pada masa sebelum adanya Kerajaan Tarumanegara, selanjutnya pada masa Kerajaan Tarumanegara, dan ditutup pada masa Kerajaan Sunda. Sumber asing pertama yang secara samar-samar berkaitan dengan Banten adalah sumber tertulis yang berasal dari Yunani, yaitu Geogyaphike Hyphegesis karya Claudius Ptolemaeus. Dalam sumber ini disebutkan tentang sebuah tempat bernama Argyre yang terletak di ujung labadiou. Istilah labadiou dalam bahasa Sanskerta adalah Yawadwipa yang berarti 'pulau jelai'. Yawadwipa itu dianggap sama dengan Jawa; dan karena aygyre berarti `perak', sementara di ujung barat Pulau Jawa terletak sebuah kota bernama Merak, biasanya Merak itulah yang dimaksudkan dengan argyre dalam berita Yunani itu. jika dugaan itu benar, maka seharusnya dilakukan koreksi atas nama kola itu, bukan merak yang berarti ‘burung merak', melainkan merak yang berarti 'memerak, putih seperti perak'. Dijelaskan pula tentang berita Cina yang mengabarkan tentang adanya kerajaan Tarumanegara. Selain itu, dijelaskan pula mengenai peninggalan-peninggalan dari kerajaan Tarumanegara dan Sunda.

Bagian 3: Kesultanan Banten
Membahas tentang Awal Berdirinya kesultanan Banten. Dalam laporan perjalanan Tome Pires (1513), Banten digambarkan sebagai sebuah kota pelabuhan yang ramai dan berada di kawasan Kerajaan Sunda (Cortesao,1944). Kesaksian Tome Pires itu dapat dijadikan petunjuk bahwa bandar Banten sudah berperan sebelum berdirinya Kesultanan Banten (1526), atau pada masa Kerajaan Sunda. Bisa diduga bahwa Banten telah berdiri sekurang-kurangnya pada pertengahan abad kesepuluh atau bahkan abad ke-7. Selanjutnya dibahas mengenai sultan yang memimpin pada masa kesultanan Banten, yaitu: Sultan Maulana Hasanudin (1552-1570), Maulana Yusuf (1570-1580), Maulana Muhammad (1580-1596), dan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1652). Pada bab ini sangat kompleks sekali, dimana dijelaskan tentang kemajuan dan kemunduran kesultanan Banten, adanya konflik dengan Mataram dan VOC, hingga kisah politik adu domba VOC terhadap Sultan Ageng Tirtayasa.

Bagian 4: Banten dan Kompeni
Membahas tentang ekspedisi dagang kompeni, politik kompeni, reaksi Banten, Perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa, kehidupan perekonomian, penanaman wajib komoditas perdagangan, kehidupan sosial budaya, demografi, dan stratifikasi sosial, kehidupan agama dan kepercayaan, dan bahasa, tulisan dan kesusatraan. Jadi, pada bab ini lebih memfokuskan keadaan Banten pada saat itu dengan diawali datangnya pedagang asing selain dari Belanda yaitu: Inggris, Perancis, Portugis, dan Denmark ke Banten. Selanjutnya memaparkan tentangkehidupan masyarakat Banten dan perlawanannya terhadap VOC

Bagian 5 : Keresahan Abad Ke-19
Membahas tentang pemerintahan Kesultanan akhir abad ke-18, perubahan politik dan sistem kolonial, kesultanan Banten menjadi daerah jajahan, kehidupan perekonomian, gerakan sosial di Banten yang terdiri dari gerakan di Cikandi Udik (1845), gerakan di  Ciomas (1886), dan gerakan di Cilegon (1888), kehidupan sosial budaya pendidikan, dan munculnya jawara. Khusus pembahasan pada materi yang terakhir ini, dalam perkembangannya kemudian, kata "jawara" (juara) lalu dikonotasikan negatif, misalnya disebut sebagai singkatan dari "jalma wani rampog" (orang yang berani merampok) atau "jalma wani rahul" (orang berani bohong, menipu) (Kartodirdjo, 1984:43). Bahwa citra ini terus terbawa hingga abad ke-20, dapat dilihat dalam memorie van overgave (memori serah jabatan) Residen Banten, F.G. Putman Craemer, 24 Februari 1931, yang melaporkan bahwa golongan jawara berasal dari apa yang disebut orok lanjang yang ada di Distrik Menes. Orok lanjang adalah organisasi pemuda yang tadinya bertujuan tolong-menolong, misalnya bila ada orang mengadakan hajatan, mereka membantu penyelenggaraannya. Lama-kelamaan, bila ada orang menyelenggarakan hajatan, mereka harus diundang dan diserahi tugas penyelenggaraannya. Bila tidak demikian, mereka akan mengacau pesta. Organisasi semacam ini kemudian meluas ke luar Menes dan menjadi organisasi tukang pukul yang disebut jawara. Mereka menjadi kelompok yang ditakuti masyarakat, kaum pangreh praja pun tidak berani bertindak keras terhadap mereka. Menurut Residen Banten ini, sejak tahun 1916, para pejabat pangreh praja bila datang ke pesta mesti membawa senjata api karena takut diganggu mereka. Akibatnya, etos "kejuangan, membela kebenaran, kepahlawanan", yang sebenarnya dimiliki kaum “jawara" terkontaminasi dengan etos "premanisme”. Seorang jawara yang kemudian memdalami agama disebut jawara ulama, sedangkan ulama yang merangkap menjadi jawara, kemudian disebut ulama jawara. Tokoh-tokoh semacam inilah yang disegani masyarakat sehingga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Kepemimpinan didasarkan atas consensus di antara para jawara. Umumnya senioritas menentukan siapa yang akan menjadi "yang dituakan" atau "kokolot"

Bagian 6: Dinamika awal abad ke-20

          Membahas tentang politik etis, otonomi pemerintahan, perkembangan pemerintahan otonom, pergerakan nasional, dan pergerakan pers. Dijelaskan pula mengenai sekolah pertama yang didirikan di Serang sekitar tahun 1907. Selanjutnya dijelaskan pula mengenai karesidenan Banten, Batavia, Cirebon, dan Priangan. Pada masa pergerakan nasional Pada tahun 1928, para pemuda Banten mendirikan organisasi kepemudaan di Batavia, yang dinamai Budi Banten, dan di Bandung didirikan pula organisasi sejenis yang disebut Tirtayasa. Antara bulan Februari hingga Mei 1940, pemerintah Hindia Belanda mematahkan gerakan kaum jawara yang terdiri dari 175 orang. Maksud gerakan mereka adalah untuk mengembangkan organisasi jawara yang oleh pemerintah kolonial dianggap sebagai kelompok perusuh. Selanjutnya ditutup dengan sejarah pers di Banten.


Bagian 7: Pendudukan Jepang

          Membahas tentang masuknya tentara Jepang di daerah Banten, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi, organisasi semimiliter dan kepemudaan, lahirnya PETA. Secara keseluruhan bab ini menjelaskan kedudukan dan peran Jepang pada masyarakat Bante. Selain itu, dijelaskan pula mengenai usaha perlawanan yang dilakukan oleh Ce Mamat dengan gerakan bawah tanahnya yang bernama Joyo Boyo. Tetapi, pada akhir tahun 1943 gerakan tersebut tercium pemerintah militer Jepang. Ce Mamat ditangkap dan dijebloskan ke penjara bersama dengan beberapa temannya. la dikurung dan disiksa di Markas Kempetai di Serang. Dari sana ia dipindahkan ke Markas Kempetai Pusat di Tanah Abang Jakarta dan baru dibebaskan beberapa hari setelah Indonesia merdeka. Dua orang lainnya yaitu H. Sinting dari Kaujon Serang (mantan Digulis) dan Hidayat meninggal dunia di penjara. Pengalaman buruk yang dialami Ce Mamat, ternyata menimbulkan dendam dan kebencian yang dalam bukan hanya terhadap orang-orang Jepang, melainkan juga kepada para pejabat dan polisi orang Indonesia yang dianggap kaki-tangan Jepang


Bagian 8: Di Tengah Gejolak Revolusi

          Membahas tentang proklamasi kemerdekaan, berdirinya Badan Keamanan Rakyat (BKR), pemberontakan Ce Mamat, menjelang agresi militer, pemerintahan kaum Ulama, dan masyarakat Banten di tengah revolusi. Pada bab ini dijelaskan pula mengenai peran ulama pada pemerintahan di Banten. K H Acmad Chotib pada saat itu menjabat sebagai Residen Banten dan pada masa kepemimpinannya, NICA menghembuskan isu seakan-akan Kesultanan Banten akan dihidupkan kembali dengan Residen Banten sebagai sultannya. Isu ini dibantah oleh K.H. Achmad Chatib ketika ia berkunjung ke Yogyakarta. Untuk membatasi ruang gerak Residen Banten, maka diangkatlah Mas Yusuf Adiwinata sebagai wakil Gubernur Jawa Barat yang berkedudukan di Serang. Selain itu, para kiai perlahan-lahan digeser ke jawatan yang berkaitan dengan keahlian mereka seperti Jawatan Keagamaan dan Jawatan Penerangan. Beberapa pejabat profesional dikirim pula oleh pemerintah pusat. Sementara itu, Kolonel Soekanda Bratamanggala dikirim ke Banten menggantikan Kolonel K.H. Syam'un yang menjadi Bupati Serang.


Bagian 9: Proses Menuju Provinsi

            Membahas tentang kondisi politik tahun 1990-an, embrio gerakan, langkah awal, lahirnya orde baru, dan peluang baru. Pada tahun 1953, untuk pertamakalinya dimunculkan keinginan masyarakat Banten untuk meningkatkan status wilayahnya dari Karesidenan menjadi provinsi sendiri yang terpisah dari Jawa Barat. Keinginan ini muncul berkaitan dengan diberikannya status Daerah Istimewa Yogyakarta dan munculnya tuntutan yang sama dari Aceh. Masyarakat Banten merasa bahwa Banten juga memiliki keistimewaan, yaitu tidak pernah menyerah kepada Belanda, pernah berdiri sendiri karena diblokade Belanda sampai mengeluarkan mata uang sendiri pada tahun 1949. Hanya saja keinginan ini tidak mendapat tanggapan serius. Selanjutnya pada tahun 1963, Bupati Serang, Gogo Sandjadirdja, mengadakan acara halal-bilhalal dengan tokoh-tokoh masyarakat Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Tokoh-tokoh yang datang bukan saja dari Banten., tetapi juga dari daerah Jasinga-Bogor. Setelah acara halal-bilhalal usai, dilanjutkan dengan rapat. Dalam rapat itulah untuk pertama kalinya dicetuskan gagasan tentang perlunya Karesidenan Banten menjadi provinsi sendiri. Gagasan ini kemudian diwujudkan dengan membentuk Panitia "Pembentukan Provinsi Banten" (PPB).


Bagian 10:Pembentukan Provinsi Banten

           Berisi tentang lahirnya orde reformasi, berdirinya Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten (Bakor-PPB), sikap pemerintah provinsi Jawa Barat, dan terakhir lahirnya Provinsi Banten. Jadi, secara keseluruhan Pada bab ini dijelaskan mengenai perjuangan tokoh-tokoh Banten dalam  membentuk provinsi Banten. Isu tentang Provinsi Banten terus bergema. Para tokoh Banten berusaha mendapatkan dukungan dari Mendagri. Kelompok Jakarta dan para tokoh Banten lainnya mendapat kesempatan untuk bertemu Mendagri Suryadi Sudirja, setelah Menteri meresmikan pameran lukisan di Hotel Bidakara, Jakarta pada tanggal 3 Desember 2000. Dalam pertemuan yang dilakukan di restoran hotel tersebut, para tokoh Banten yang hadir adalah Tb. Farich Nahril, H. Mardini, H.Uwes Qorny, K.H. Irsyad Djuwaeli, Aly Yahya, HMA Tihami, dan H. Tb.Chasan Sochib. Mendagri memberikan saran bila rakyat Banten memang sudah bulat keinginannya untuk mendirikan provinsi sendiri, agar ditempuh cara-cara sesuai prosedur yang berlaku. Isu PPB terus bergulir dalam berbagai pertemuan formal maupun informal seperti pengajian, training pangkaderan aktivis, dalam seminar, diskusi serta pertemuan para ulama dan berbagai kalangan lain. Pada hari Rabu, 4 Oktober 2000, ribuan masyarakat Banten, mulai dari ulama, mahasiswa, anggota LSM, seniman, memadati halaman Gedung DPR RI Senayan. Berbagai atraksi pertunjukan tradisional Banten, seperti debus, silat, rebana digelar di Jakarta yang cerah. Suasana meriah di luar gedung diimbangj dengan suasana serius di dalam gedung. DPR RI hari itu mengadakan Rapat Paripurna yang ditunggu-tunggu masyarakat Banten. Setelah mendengarkan pandangan akhir dari fraksi-fraksi yang ada, maka rapat yang berlangsung dari pukul 9.00 berakhir pukul 13.30 dengan puncak acara pengesahan RUU Pembentukan Provinsi Banten menjadi Undang-Undang no 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Semua fraksi DPR RI menyetujui secara bulat pengesahan itu.
4.      Sumber Data
Secara umum dapat dimengerti bahwa penelitian sejarah merupakan penelaahan serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Dengan kata lain yaitu penelitian yang bertugas mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan. Penelitian sejarah di dalam pendidikan merupakan penelitian yang sangat penting atas dasar beberapa alasan. Penelitian sejarah bermaksud membuat rekontruksi masa latihan secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, mengverifikasikan serta mensintesiskan bukti-bukti untuk mendukung bukti-bukti untuk mendukung fakta memperoleh kesimpulan yang kuat. Dimana terdapat hubungan yang benar-benar utuh antara manusia, peristiwa, waktu, dan tempat secara kronologis dengan tidak memandang sepotong-sepotong objek-objek yang diobservasi. Dengan begitu, diperlukan sumber sejarah dalam melakukan kajian ilmu sejarah.
Buku ini menggunakan sumber data berupa arsip – arsip dan wawancara (Primer). Tetapi sumber primer tersebut hanya dituliskan di catatan kaki setiap halaman pembahasan. Contoh sumber primer tersebut yang terdapat di dalam buku ini adalah:
Sumber wawancara:
1. Wawancara dengan Tb. H,Farich Nahril, tanggal 19 Agustus 2003
2. Wawancara dengan Tb.H. Tryana Sjam un, tanggal 19 Agustus 2003
Sumber Arsip

1. ANRI,1988.
2. Gedenkboek Pagoejoeban Pasoendan, t.t.
3. Daghregister, 2 Juli 1641.
4. 25 Oktober 1677,
5. Daghregister, 5 Oktober 1705.
6. Handboek Indanesische Onderwijzers Bond. 1942.
7. Indonesia. Arsip Nasional.1973.
8.Ikhtisar Keadaan Politik Hindia‑Belanda Tahun 1839‑1848, Penerbitan Sumber-sumber Sejarah No.5. Jakarta.
9. "Ondezoek naar mindere welvaart der Inlandsche bevolking van Java en Madoera, Deel 1X b3,1914.
10. RegeringsAlmanak voorNederlandsch‑Indie.1905.

11. RegeringsAlmanak voor Nederlandsch Indie.1921.

12. RegeringsAlmanak voorNederlandsch Indie.1928.
13. RegeringsAlmanak voorNederlandsch‑Indie.1928.
14. Volksalmanak Soenda,1919
Surat Kabar dan Majalah

1. Asia Raja, 9 Juli 1942,1 Pebruari 1943.
2. Forum Keadilan. Nomor 5. Tahun VII. 15 Juni 1998; Maret 2000.
3. Kenpo,1942, No. 28, 2603.
4. Kompas. 26 Mei 1998; 29 Mei 1998; 30 Mei 1998; 26 Oktober 2000.

5. Pandji Poestaka 2,11 April 1942.
6. Pikiran Rakjat, 19Agustus 1999, 20 Agustus 1999, 30 Oktober 1999, 21 Desember 1999, 23 Desember 1999, 4 Maret 2000, 23 Maret 2000,15 Mei 2000.
7. Priangan Shuu, 20 Agustus 2605.
8. Republika,ll Oktober 2000.
9. Soeara Merdeka, 6 Oktober 1945, 9 Oktober 1945.
10. Tjahaja,16 Juni 1942, 20 Juli 1942, ,16 Oktober 1943, 23 Agustus 1945
11. Warta Bandung, 2 Januari 1957.
12. Warta Propinsi Banten, Edisi I/2000, Edisi 11/2000.
Untuk sumber sekunder berupa buku baik terbitan dalam dan luar negeri, ada juga berupa jurnal, artikel, dan tesis serta disertasi.
5.      Kajian Kritis Metodologi
Sebelum melakukan penelitian sejarah, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan topik yang akan diteliti. Topik yang diteliti haruslah merupakan topik yang layak untuk dijadikan bahan penelitian dan bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari penelitian sebelumnya. Kelayakan topik penelitian dapat dilihat dari ketersediaan sumber yang dapat dijadikan bahan untuk penelitian. Jangan sampai kita menetapkan topik yang menarik tetapi sumbernya ternyata tidak ada. Berbeda dengan penelitian ilmu pengetahuan lainnya, penelitian sejarah sangat tergantung kepada ketersedian sumber. Jadi topik yang diteliti harus merupakan hal yang baru dan diharapkan dapat memberikan informasi yang baru atau ditemukan teori baru.
Pemilihan topik harus memperhatikan hal-hal berikut :
1. Menarik untuk diteliti
2. Asli, bukan merupakan pengulangan
3. Ketersediaan sumber
4. Kedekatan emosional, misalnya yang berhubungan dengan lingkungan sekitar kita
Pemilihan topik ini sangat penting agar peneliti lebih terarah dan terfokus pada masalahnya. Untuk mengarahkan, dalam topik tersebut sebaiknya kita ajukan terlebih dahulu pertanyaan yang akan menjadi masalah yang akan diteliti. Pertanyaan itu meliputi: what (apa), why (mengapa), who (siapa), where (dimana), when (kapan), dan how (bagaimana).
Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu
1. Pemilihan Topik.
Dalam memilih topik penelitian, sebaiknya berdasarkan: (1) kedekatan emosional dan (2) kedekatan Intelektual. Kedekatan emosional maksudnya adalah bahwa topik yang kita pilih dalam melakukan penelitian adalah topik yang kita senangi. Sedangkan yang dimaksud dengan kedekatan intelektual adalah kita telah menguasai topik yang kita pilih, kalaupun belum menguasainya maka kita perlu membaca literature yang berkaitan dengan topic pilihan kita.
2. Pengumpulan Sumber.
Sumber yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan tulis. Misalnya, kita sedang melakukan penelitian sejarah sebuah keluarga maka sumber yang kita gunakan berupa sumber tertulis, tidak tertulis dan sumber kuantitatif.
Sumber
3. Verifikasi.
Setelah kita mengetahui secara persis topik kita dan sumber sudah dikumpulkan, maka tahap berikutnya ialah verifikasi, atau kritik sejarah, atau keabsahan sumber. Verifikasi itu ada dua macam: otentisitas, atau keaslian sumber, atau kritik ekstern, dan kredibilitas, atau kebisaan dipercayai, atau kritik intern.
4. Interpretasi.
Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektivitas. Subyektivitas penulis sejarah diakui keberadaannya. Interpretasi itu ada dua macam, yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan. Kadang-kadang sebuah sumber mengandung beberapa kemungkinan. Misalnya, kita temukan daftar pengurus suatu ormas di kota. Dari kelompok sosialnya, kita baca di situ ada petani bertanah, pedagang, pegawai negeri, petani tak bertanah, orang swasta, guru, tukang, mandor, kita dapat menyimpulkan bahwa ormas itu terbuka untuk semua orang. Jadi bukan khusus petani bertanah, tetapi juga untuk petani tak bertanah, pedagang, pegawai negeri, dan sebagainya. Setelah anaisis itu kita temukan fakta bahwa pada tahun itu ormas tertentu bersifat terbuka berdasarkan data yang kita peroleh dan kita cantumkan. Sintesis berarti menyatukan. Setelah ada data tentang pertempuran, rapat-rapat, moilisasi massa, penggantian pejabat, pembunuhan, orang-orang mengungsi, penurunan dan pengibaran bendera, ditemukan fakta bahwa telah terjadi revolusi. Jadi, revolusi adalah hasil interpretasi setelah data-data dikelompokkan menjadi satu.
5. Penulisan.
Dalam penulisan sejarah aspek kronologi sangat penting. Setiap periode harus ada driving force masing-masing. Misalnya, peranan pendidikan untuk periode pertama, peranan organisasi politik untuk periode kedua, peranan miter untuk periode ketiga, dan peranan organisasi ekonomi untuk periode keempat.
            Penulisan sejarah hanya merekam sebagian kecil peristiwa yang dialami manusia. Karenanya, peristiwa sejarah terbagi menjadi dua : sejarah sebagai peristiwa itu sendiri (objektif) dan sejarah sebagai peristiwa yang dikisahkan oleh sejarawan (subjektif). Bila kita telusuri tulisan-tulisan sejarah, maka kita akan menemukan tiga aspek yang menonjol dalam sejarah yaitu sosial, ekonomi dan politik. Aspek sosial dalam sejarah pasti ditemukan karena objek dan subjek sejarah adalah manusia, sejarah adalah berkenaan dengan hidup dan kehidupan manusia, perkembangan peradaban manusia. Hidup manusia tidak terlepas dari Struggle of life upaya mempertahankan hidup maka yang muncul dalam sejarah adalah aspek ekonomi, karena ekonomi memberikan peran penting bagi keberlangsungan hidup manusia.
Seperti halnya, pada buku yang ditulis oleh Nina H Lubis ini dimana mencakup ketiga hal tersebut, yaitu politik, sosial, dan ekonomi. Dalam buku ini pun pemaparannya sangat bagus sekali karena dijelaskannya secara deskriptif-kronologis. Jadi pembaca paham dengan apa yang dimaksud penulis. Selain itu, sumber-sumber yang dipakai pun sangat relevan dan mendukung terhadap penelitian ini. Hanya saja dalam buku ini kurang terdukungnya dengan teori yang dijadikan sebagai landasan.

Teori Operant Conditioning

Profile Burrhus Frederic Skinner
Burhuss Frederic Skinner lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di sebuah kota kecil bernama Susquehanna, Pennsylvania. Ayahnya adalah seorang pengacara dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik. Ia merefleksikan tahun-tahun awal kehidupannya sebagai suatu masa dalam lingkungan yang stabil, di mana belajar sangat dihargai dan disiplin sangat kuat. Skinner mendapat gelar BA-nya dalam sastra bahasa inggris pada tahun 1926 dari Presbyterian-founded Humilton College. Setelah wisuda, ia menekuni dunia tulis menulis sebagai profesinya selama dua tahun. Pada tahun 1928, ia melamar masuk program pasca sarjana psikologi Universitas Harvard. Ia memperoleh MA pada tahun 1930 dan Ph.D pada tahun 1931 di universitas yang sama.
Skinner mengajar psikologi di University of Minnesota antara 1936-1945, dan selama masa ini dia menulis buku teksnya yang amat berpengaruh, The Behavior of Organisms (1938). Salah satu mahasiswa skinner di University of Minnesota adalah W. K. Estes, yang karyanya juga mempengaruhi psikologi. Pada tahun 1945, dia menjadi kepala departemen psikologi Universitas Indiana. Tiga tahun kemudian tepatnya tahun 1948, dia diundang untuk datang lagi ke Universitas Harvard. Di Universitas tersebut dia menghabiskan sisa karirnya. Skinner adalah seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan, seperti melakukan berbagai penelitian, membimbing ratusan calon doktor, dan menulis berbagai buku. Meski tidak sukses sebagai penulis buku fiksi dan puisi, ia menjadi salah satu penulis psikologi terbaik. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Walden II. Pada tahun 1990, Skinner meninggal dunia karena penyakit Leukimia.
Dalam sebuah survei yang diambil sebelum kematian Skinner (Korn, Davis, &Davis), para sejarawan psikologi dan para ketua jurusan psikologi diminta mengurutkan 10 psikolog paling menonjol (psikolog kontemporer dan psikolog sepanjang masa). Dalam daftar ahli sejarah, Skinner berada di urutan kedelapan dalam daftar psikolog sepanjang zaman, tetapi dia di urutan pertama dalam daftar psikolog kontemporer paling top; dalam daftar para ketua jurusan psikologi, Skinner berada di urutan pertama untuk kedua jenid daftar itu. (Olson, 2008:82)
Latar Belakang  Lahirnya Teori  Operant Conditioning  B.F SkinnerDasar dari pengkondisian operan (operant conditioning) dikemukakan oleh E.L. Thorndike pada tahun 1911, yakni  beberapa waktu sesudah munculnya teori classical conditioning yang dikemukakan oleh Pavlov. Pada saat itu thorndike mempelajari pemecahan masalah pada binatang yang diletakkan di dalam sebuah “kotak teka-teki”. Dimana setelah beberapa kali percobaan, binatang itu mampu meloloskan diri semakin cepat dari perobaan percobakan sebelumnya. Thorndike kemudian mengemukakan hipotesis“ apabila suatu respon berakibat menyenangkan, ada kemungkinan respon yang lain dalam keadaan yang sama” yang dikenal dengan hukum akibat“ low of effect”. Artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respons akan semakin kuat. Sebaliknya semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut. (Syah, 2003:94)
Dari teori yang dikemukakan Thorndike, Skinner telah mengemukakan pendapatnya sendiri dengan memasukkan unsure penguatan ke dalam hukum akibat tersebut, yakni perilaku yang dapat menguatkan cenderung diulangi kemunculanya, sedangkan perilaku yang tidak dapat menguatkan cenderung untuk menghilang atau terhapus. Oleh karena itu Skinner dianggap sebagai  bapak operant conditioning. Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas berbeda dengan perilaku responden dalam pengkondisian Pavlov yang muncul karena adanya stimulus tertentu. Contoh perilaku operan yang mengalami penguatan adalah: anak kecil yang tersenyum mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak disengaja atau tanpa maksud tersebut. Tersenyum adalah perilaku operan dan permen adalah penguat positifnya.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut: dalam laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
Dalam ekeperimen ini mula-mula tikus mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari ke sana kemari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut “emitted behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organism tanpa mempedulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara kebetulan salah satu emitted behavior tersebut (seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya. Butir-butir makanan yang muncul itu merupakan reinforce  bagi penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan. Jelas sekali bahwa eksperimen Skinner di atas mirip sekali dengan trial and error learning yang ditemukan oleh Thorndike. Dalam hal ini, fenomena tingkah laku belajar menurut Thhorndike selalu melibatkan satisfaction/kepuasan, sedangkan menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement/ penguatan. 
Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk kepada dua hokum operant yang berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of operant extinction. Menurut law of operant conditioning, jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah. Hokum-hukum ini pada dasarnya sama saja dengan hokum-hukum yang melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasaan klasik. (Syah, 2003:100)
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Teori operant conditioning juga berbeda dengan classical conditioning. dalam pengkondisian klasik, respon terkondisikan sering kali mirip dengan respon normal bagi stimulus tak terkondisikan. Misalnya salviasi, itu merupakan respon anjing normal terhadap maknan. Tetapi jika ingin mengajar sesuatu yang baru kepada organisme, seperti mengajar anjing keterampilan baru, maka anda tidak dapat menggunakan pengkondisian klasik, tetapi anda lebih duli mempersuasinya untuk melakukan keterampilan itu dan setelahnya member hadiah dengan tepuk tangan atau makanan, jika anda terus menerus melakukannya, akhirnya anjing akan mampu mempelajari keterampilan itu.rita Atkinson.
Jadi Inti dari teori Skinner Pengkondisian operan (operant conditioning) dalam kaitann  dengan psikologi belajar adalah proses belajar dengan mengendalikan semua atau sembarang respon yang muncul sesuai konsekwensi ( resiko) yang mana organisme akan cenderung untuk mengulang respon-respon yang di ikuti oleh penguatan
Karakteristik Operant ConditioningSkinner membedakan dua jenis perilaku, yaitu :
1. respondent behavior ( perilaku responden) yakni perilaku yang ditimbulkan oleh suatu stimulus yang dikenali, contohnya adalah semua gerak reflek
2. operant behavior ( perilaku operan) yakni perilaku yang tidak di akibatkan oleh stimulus yang dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organism. Karena perilaku ini pada awalnya tidak berkorelasi dengan stimuli yang dikenali, maka ia Nampak spontan. Contohnya ketika hendak bersiul, berdiri lalu berjalan. Kebanyakan dari aktivitas kita adalah perilaku operan.
Dengan dibaginya dua macam perilaku tersebut, maka ada dua jenis pengkondisian, yaitu:
1. Respondent conditioning ( pengkondisian responden) atau biasa disebut dengan pengkondisian tipe S. pengkondisian ini menekankan arti penting stimulus dalam menimbulkan respon yang diiginkan.
2. Operant conditioning ( pengkondisian operan) atau biasa disebut dengan pengkondisian tipe R. dalam pengkondisian ini, penguatan pengkondisianya ditunjukkan dengan tingkat respon.
Maka dapat kita lihat  bahwa dalam pengkondisian tipe S, itu identik dengan pengkondisian klasik Pavlov, sedangkan pengkondisian tipe R identik dengan pengkondisian instrumental Thorndike. Sedangkan riset skinner hampir semuanya berkaitan dengan penngkondisian tipe R atau pengkondisian operan.
Ada dua prinsip umum dalam operant conditioning yaitu:
1. Setiap respon yang diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang
2. Stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadinya respon operan
Dalam pengkondisian operan, penekananya adalah pada perilaku dan pada konsekwensinya. Dengan pengkondisian operan, organism pasti merespon dengan cara tertentu untuk memproduksi stimulus yang menguatkan. Prinsip pengkondisian operan berlaku untuk berbagai maan situasi. Untuk memodifikasi perilaku, seseorang cukup mencari sesuatu yang mmenguatkan bagi suatu organism yang perilakunya hendak dimodifikasi, menunggu sampai perilaku yang diinginkan terjadi dan kemudian segera memperkuat organism tersebut
Konsep utama operant conditioning1. Penguatan (reinforcement)
Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Penguatan boleh jadi kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:
-  Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah , perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
-  Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu  cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Menurut (Walker, 1996) dalam http://dosen.fip.um.ac.id/hetti/ reinforcement dibedakan menjadi:
1. Primary reinforcers: merupakan reniforcer yang berpengaruh langsung pada kondisi fisiologis seperti makanan pada saat lapar, air pada saat haus, tidur pada saat lelah.
2. Secondary reinforcers: merupakan reinforcer yang baru berpengaruh apabila diasosiasikan dengan primary reinforcer. Setelah proses asosiasi terjadi, secondary reinforcement memiliki pengaruh untuk mengurangi atau meningkatkan kemungkinan munculnya respon. Contoh: uang, bisa memunculkan respon jika diasosiasikan dengan kebutuhan fisiologis.
3. Contingent reinforcers: reinforcer yang hanya mampu mengubah perilaku ketika seseorang tahu perilaku mana yang akan diberi reinforcer, atau stimuli yang bermakna yang hanya diberikan saat organisme memunculkan respon yang diharapkan. Landy (1984) mengemukakan tentang pemberian Contingent reinforcers yang efektif di tiga setting yaitu institusi kesehatan mental : contingent reinforcers efektif mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku yang benar dan sesuai; setting sekolah misalnya dengan token economy di kelas;  oleh guru kepada muridnya untuk tujuan mengembangkan ketrampilan tertentu; setting pekerjaan misalnya dengan pemberian komisi akhir tahun, insentif atau apresiasi berupa pujian dari atasan disesuaikan dengan prestasi  bagi mereka yang melebihi standar.
4. positive reinforcers: penyajian stimuli yang meningkatkan probabilitas suatu respon (cenderung menyenangkan).  Penerapan terbaik : dengan menggunakan penguatan pengukuh  positif bila suatu stimulus (benda atau kejadian) dihadirkan/ terjadi sebagai akibat / konsekuensi dari perilaku, dan karena keseringan pemunculan meningkatkan perilaku yang diharapkan.
2. Hukuman (punishment)
Hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku atau apa saja yang menyebabkan sesuatu respon atau tingkahlaku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Dalam bahasa sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa hukuman adalh menegah pemberian seasuatu yang diharapkan organism, atau member seseuatu yang tidak diinginnya.
Namuun menurut skinner hukuman tidak menurunkan probabilitas  respon, walupun hukuman bisa menekan suatu respon selama hukuman itu diterapkan, manun hukuman tidak akan melemahkan kebiasaan. Skinner juga berpendapat bahwa hukuman dalam jangka panjang tidak akan efektif, tampak bahwa hukumman hanya menekan perilaku, dan ketika ancaman dihilangkan, tingkat perilaku akan ke level semula. Contohnya:

3. Shaping (pembentukan respon)
Berdasarkan pengkondisian operan, pada tahun 1951 skinner mengembangkan teknik “ pembentukan respon” atau disebut dengan shaping untuk melatih hewan menguasai tingkah laku yang komplek yang juga relevan dengan tingkah laku manusia. Teknik pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organism pada setiap kali ia bertindak kea rah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon sampai pada suatu saat tidak perlu lagi menguatka respon tersebut.
Pembentukan respon terdiri dari dua komponen, yaitu : diferential reinforcement (penguatan diferensial) yang berarti sebagian respon di perkuat dan sebagian lainya tidak. Dan  successive approximation (kedekatan suksesif), yaknni fakta bahwa respon-respon yang semakin sama dengan yang diinginkan oeh eksperimentalllah ang akan diperkuat. Dalam contoh skinner, ketika tikus masuk  ke dalam kotak skinner   akan diberi penguat secara bertahap sampai tikus bisa menekan tuas
4. Penjadwalan Reinforcement
Dalam operant conditioning, jadwal penguat adalah komponen penting dari proses belajar. Kapan dan seberapa sering kita memperkuat perilaku yang dapat memiliki dampak yang dramatis pada kekuatan dan kecepatan respon. Jadwal penguatan tertentu mungkin lebih efektif dalam situasi tertentu. Ada dua jenis jadwal penguatan, yaitu:
a. Continuous Reinforcement ( penguatan terus-menerus)
Dalam penguatan terus menerus, penguatan diberikan pada saat setiap kali organism menghasilkan suatu respon. Pada umumnya, jadwal ini paling baik digunakan selama tahap awal belajar untuk menciptakan hubungan yang kuat antara perilaku dan respon. 
b. Partial Reinforcement  ( penguatan parsial)
Dalam penguatan parsial, respon diperkuat hanya bagian dari waktu. Belajar perilaku diperoleh lebih lambat dengan tulangan parsial, tetapi tidak mendapatkan respon yang lebih tahan terhadap kepunahan. Skinner talah memublikasikan data tentang efak dari penguatan parsial ketika Humhreys menggunncang dunia psikologi dengan menunjukkan bahwa proses pelenyapan adalah lebih ccepat sesudah penguatan 100 persen ketimbang sesudah penguatan parsial. Artinya, jika suatu organism menerima  penguat setiap kali ia membuat respon yang tepat selam proses belajar dan kemudian dimasukkan dalam proses plenyapan, maka responya akan lenyap lebih cepat ketimbang organnisme dengan respon benar yang tidak mencapi 100 persen. Denngan kata lain, penguatan parsial akan menyebabkan resistensi yang lebih besar terhadap pelenyapan ketimbang yang bberkkelanjutan atau penguatan 100 persen.  Ini disebut dengan partial reinforcement effecct
5. Pemadaman Dan Pemulihan Kembali
Seperti halnya dalam pengkondisian klasik, ketika kita mencabut penguatan dari situasi pengkondisian operant, berarti kita melakukan extinction ( pemadaman/ pelenyapan). Misalnya dalam percobaan skinner. Pada saat hewan sudah biasa menekan tuas untuk mendapatkan makanan, mekanisme pemberian makanan mendadak dihentikan, maka penekanan tuas tidak akan mmenghasilkan makanan bagi tikus terseabut. Dari ini kita akan melihat catatan komulatif pelan-pelan akan mendatar dan akhirnya akan kembali seperti semula, yang menunjukkan tidak ada lagi respon penekanan tuas (seperti pada saat penguatan belum diperkenalkan) Pada hal ini kita akan mengatakan telah terjadi pemadaman. Setelah pemadaman, apabila hewan dikembalikan ke sarangnya selama preode waktu tertentu dan kemudian dikembalikan ke dalam situasi percobaan, ia akan sekali lagi mulai mmenekkan tuas dengan segera tanpa perlu dilatih lagi. Ini disebut sebagai pemulihan kembali.
6. Generalisasi Dan Diferensiasi (diskriminasi)
Yang dimaksud dengan generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan penguatan sebelumnya akan dapat respon yang sama. Organism cenderung menggeneralisasilkan apa yang di pelajarinya, contoh dalam kehidupan sehari-hari, seorang  siswa akan mengerjakan PR dengan tepat waktu karena pada minggu lalu ia mendapat pujian didepan kelas oleh gurunya ketika menyelesaikan PR tepat waktu. Contoh lainnya, anak kecil yang mendapatkan penguatan oleh orang tuanya akarena menimang dan menyayangi anjing kelluarga, ia akan segera mengeneralisasikan respon menimmang ajing itu dengan  anjing yang lain.
Generalisasi dapat juga  dapat dikekang oleh latihan diskriminasi. Diskrimnasi adalah respon organism terghadap suatu penguatan, tetapi tidak terhadap jenis penguatan yang lain. Latihan diskriminasi akan efektif jika terdapat stimulus diskriminatif yang jelas dalam membedakan kasus dimana respon harus dilakukan dengan khusus dengan kasus dimana respon harus  ditekan.
Jika dikaitkan dengan contoh diatas dimana anak akan mengeneralisasikan menyayangi anjing keluarga dengan anjing yang lainnya, sedangkan dapat berbahaya ( katakanlah, anjing ttetangga sangat galak dan suka menggigit) maka orang tua harus memberikan llatihan diskriminasi, sehingga anak mendapatkan penguatan jika ia menyayangi anjing keluarga dan bukan anjing tetangga, dengan ara  oranng tua mmenunjukkan aspek-aspek anjing yang melihatkan keramahannya( misalnya ekornya biasa dikibas-kibas) sehingga anak akan bisa mengenali mana anjing yang rmah dan biisa disayang dan mana anjing yang galak.
Kelebihan Dan Kekurangan Teori Operant ConditioningDalam sebuah teori tentunya tentunya ada kelebihan dan kelemahannya, begitu juga di dalam teori operant conditioning. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari teori pengkondisian operan.
Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan. Dan dengan adanya penguatan, menjadikan motivasi bagi organism untuk berperilaku yang benar sesuai dengan keinginan.
Kekurangan

Di bawah ini adalah kekurangannya:
a)    Proses belajar dapat diamati secara langsung, padahal pelajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapt disaksikan dari luar, keuali sebagai gejalanya.
b)   Proses belajar bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti ggerakan mesin dan robot, padahal setiap individu memiliki self-direction (kemampuan mengarahkan diri)dan sellf-control (pengendalian diri) ayng bersifat kognitif, sehinggga ia bisa menolak jika ia tidak menghendakki
c)  Proses belajar manusiia dianalogikan dengan perilaku hewan itu sulit diterima, mengingat menoloknya perbedaan karakter fisikk maupun psikis antara mannusia dan hewan.
Penerapan Teori Skinner Dalam Pendidikan
Dari penjelasan terperinci diatas tentang operant conditioning dapat diambil kesimpulan bahwa operant conditioning merupakan teori belajar yang menjelaskan bahwa sesuatu yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan akan cenderung diulang-ulang. Saya sudah mengamati tentang cara belajar yang digunakan oleh sebagian mahasiswa UPI jurusan Pendidikan Sejarah Tahun pada tahun 2007 kelas I. Setiap hari Jumat mahasiswi ini ada mata kuliah TIK dalam pembelajaran Sejarah, dimana dosen yang mengajar adalah dosen yang dianggap mahasiswa ini adalah dosen yang disiplin dan sedikit galak. Beliau (dosen) memberi peraturan bahwa setiap mahasiswa yang terlambat lebih dari 15 menit dilarang mengikuti mata kuliahnya. Hal ini membuat mahasiswa Pendidikan Sejarah menaati peraturan yang ada.
Pada suatu hari di hari pada saat mengikuti mata kuliah ini, ada mahasiswa yang datang terlambat untuk mengikuti mata kuliah tersebut, mahasiswa ini meminta ijin untuk dapat mengikuti perkulihaan, tetapi dosen menyuruhnya keluar. Tindakan yang dilakukan oleh dosen ini merupakan punishment. Hal ini merupakan hukuman, dikarenakan sudah ada pertauran yang dibuat tetapi dilanggar oleh mahasiswa. Tidak boleh mengikuti perkuliahan merupakan konsekuensi yang diberikan. Konsekuensi yang diberikan dosen  kepada mahasiswa yang terlambat, memberikan pengalaman kepada mahasiswa lain yang sedang mengikuti perkulihan sejarah.  Di minggu-minggu berikutnya ternyata sudah tidak ada lagi mahsiswa yang terlambat masuk di saat jam perkuliahaan TIK dalam pembelajaran Sejarah, bahkan semua mahasiswa datang lebih cepat sebelum perkuliahan di mulai. Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hal itu merupakan proses belajar dimana ada perubahan prilaku maupun pengetahuan yang relatif menetap yang disebabkan oleh pengalaman.
DAFTAR PUSTAKA
Olson, Mathew. (2008). Theories of Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sadmoko, Hetty Rahmawati. (2010). Teori Behavioristik dan Social Learnin. [Online]. Tersedia :  http://dosen.fip.um.ac.id/hetti/. (15 September  2011).
Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wikipedia. 2006. B F Skinner. (Online). (http: //en.wikipedia.org/wiki/ B_F_Skinner.html. (14 September 2011).